Polda Sulselbar : Terpidana Ruben Otak Pembunuhan Sadis
"Berdasarkan alat bukti dan keterangan dari saksi-saksi saat kasus ini ditangani oleh Polres Tana Toraja pada Desember 2005 terungkap jika Ruben Pata Sambo adalah otak intelektual dalam kasus pembunuhan sadis itu," tegas Kabid Humas Polda Sulselbar K
Makassar (ANTARA Sulsel) - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat menyatakan, terpidana mati Ruben Pata Sambo adalah otak intelektual dari pembunuhan berencana terhadap Andarias Pandin sekeluarga di Kabupaten Tana Toraja, Sulsel pada Desember 2005.
"Berdasarkan alat bukti dan keterangan dari saksi-saksi saat kasus ini ditangani oleh Polres Tana Toraja pada Desember 2005 terungkap jika Ruben Pata Sambo adalah otak intelektual dalam kasus pembunuhan sadis itu," tegas Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi di Makassar, Sabtu.
Endi yang menggelar jumpa wartawan bersama Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sulselbar Kombes Pol Joko Hartanto serta Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Kombes Pol Permadi mengaku jika dalam penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penyidikan serta olah tempat kejadian perkara diketahui jika para terpidana ini yang berjumlah tujuh orang bersepakat melakukan pembunuhan terhadap Andarias Pandin sekeluarga dengan alasan harta warisan.
Sebelum peristiwa pembunuhan itu, pada Rabu 21 Desember 2005 bertempat di rumah Ruben Pata Sambo digelar pertemuan untuk merencanakan pembunuhan Andarias. Saat itu, Ruben memberikan upah Rp1,5 juta kepada Agustinus untuk mencarikan eksekutor pembunuhan dan setiap orang eksekutor jika berhasil akan memperoleh imbalan Rp2,5 juta.
Pada 23 Desember 2005, Ruben Cs bersama-sama mendatangi rumah korban di Mammulu Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja. Tersangka menjemput pertama kali Andreas Pandin di rumahnya kemudian dibawa ke Kampung Getengen Kecamatan Mangkendek.
Andreas kemudian dibunuh dengan cara ditusuk pada bagian pinggang, paha kiri diiris dan leher digorok menggunakan parang yang dilakukan secara bergantian. Pada hari yang sama, Martina Labiran kemudian dijemput lagi oleh tersangka Agustinus menggunakan motor korban dan sambil meyakinkan jika suaminya sedang sakit.
Setibanya korban Martina di tempat eksekusi, korban langsung diperkosa secara bergantian oleh para tersangka kemudian menggorok leher korban serta memasukkan parang ke dalam kemaluan lalu mengirisnya sampai pusar dan membuangnya ke jurang.
Sehari setelahnya, Sabtu 24 Desember 2005, para tersangka kemudian menjemput anak korban, Israel yang masih berusia delapan tahun. Di tempat eksekusi di daerah Nanggala, Kabupaten Toraja Utara itu, bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu kemudian langsung dipukul pada bagian kepala sampai terjatuh.
Selanjutnya para tersangka secara bergantian menginjak kepala dan leher korban hingga tidak berdaya lalu melemparnya ke dalam jurang sedalam 100 meter.
Mayat Israel ditemukan seminggu kemudian oleh salah seorang kernet mobil penumpang yang saat itu ban serepnya terjatuh ke jurang tepat didekat mayat korban. Saat kernet akan mengambil ban itu, ia kemudian melihat mayat bocah itu kemudian melaporkannya ke polisi.
"Ini semua karena petunjuk yang maha kuasa, sekiranya tidak ada kernet mobil itu, mungkin kita tidak mengetahui dimana mayat bocah itu karena jurang tempat dibuangnya juga sedalam 100 meter. Itupun berada di Kabupaten Toraja Utara," katanya.
Didalam proses persidangan sampai kasasi ke Mahkamah Agung itu, terpidana Ayah dan anak ini divonis melakukan pembunuhan terhadap pasangan Andrias Pandin dan Martina La`biran serta seorang anggota keluarga lainnya pada 23 Desember 2005 di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ruben dan Markus dikenai hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja pada tahun 2006. Pada tahun 2008 upaya hukum dengan peninjauan kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung, namun PK tersebut ditolak oleh Hakim Agung.
Saat ini Ruben dan Markus masih mendekam di balik jeruji besi di tempat yang berbeda. Ruben berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, sementara itu Markus, sang anak berada di LP Porong.
"Berdasarkan alat bukti dan keterangan dari saksi-saksi saat kasus ini ditangani oleh Polres Tana Toraja pada Desember 2005 terungkap jika Ruben Pata Sambo adalah otak intelektual dalam kasus pembunuhan sadis itu," tegas Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi di Makassar, Sabtu.
Endi yang menggelar jumpa wartawan bersama Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sulselbar Kombes Pol Joko Hartanto serta Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Kombes Pol Permadi mengaku jika dalam penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penyidikan serta olah tempat kejadian perkara diketahui jika para terpidana ini yang berjumlah tujuh orang bersepakat melakukan pembunuhan terhadap Andarias Pandin sekeluarga dengan alasan harta warisan.
Sebelum peristiwa pembunuhan itu, pada Rabu 21 Desember 2005 bertempat di rumah Ruben Pata Sambo digelar pertemuan untuk merencanakan pembunuhan Andarias. Saat itu, Ruben memberikan upah Rp1,5 juta kepada Agustinus untuk mencarikan eksekutor pembunuhan dan setiap orang eksekutor jika berhasil akan memperoleh imbalan Rp2,5 juta.
Pada 23 Desember 2005, Ruben Cs bersama-sama mendatangi rumah korban di Mammulu Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja. Tersangka menjemput pertama kali Andreas Pandin di rumahnya kemudian dibawa ke Kampung Getengen Kecamatan Mangkendek.
Andreas kemudian dibunuh dengan cara ditusuk pada bagian pinggang, paha kiri diiris dan leher digorok menggunakan parang yang dilakukan secara bergantian. Pada hari yang sama, Martina Labiran kemudian dijemput lagi oleh tersangka Agustinus menggunakan motor korban dan sambil meyakinkan jika suaminya sedang sakit.
Setibanya korban Martina di tempat eksekusi, korban langsung diperkosa secara bergantian oleh para tersangka kemudian menggorok leher korban serta memasukkan parang ke dalam kemaluan lalu mengirisnya sampai pusar dan membuangnya ke jurang.
Sehari setelahnya, Sabtu 24 Desember 2005, para tersangka kemudian menjemput anak korban, Israel yang masih berusia delapan tahun. Di tempat eksekusi di daerah Nanggala, Kabupaten Toraja Utara itu, bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu kemudian langsung dipukul pada bagian kepala sampai terjatuh.
Selanjutnya para tersangka secara bergantian menginjak kepala dan leher korban hingga tidak berdaya lalu melemparnya ke dalam jurang sedalam 100 meter.
Mayat Israel ditemukan seminggu kemudian oleh salah seorang kernet mobil penumpang yang saat itu ban serepnya terjatuh ke jurang tepat didekat mayat korban. Saat kernet akan mengambil ban itu, ia kemudian melihat mayat bocah itu kemudian melaporkannya ke polisi.
"Ini semua karena petunjuk yang maha kuasa, sekiranya tidak ada kernet mobil itu, mungkin kita tidak mengetahui dimana mayat bocah itu karena jurang tempat dibuangnya juga sedalam 100 meter. Itupun berada di Kabupaten Toraja Utara," katanya.
Didalam proses persidangan sampai kasasi ke Mahkamah Agung itu, terpidana Ayah dan anak ini divonis melakukan pembunuhan terhadap pasangan Andrias Pandin dan Martina La`biran serta seorang anggota keluarga lainnya pada 23 Desember 2005 di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ruben dan Markus dikenai hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja pada tahun 2006. Pada tahun 2008 upaya hukum dengan peninjauan kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung, namun PK tersebut ditolak oleh Hakim Agung.
Saat ini Ruben dan Markus masih mendekam di balik jeruji besi di tempat yang berbeda. Ruben berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, sementara itu Markus, sang anak berada di LP Porong.