Kupang (ANTARA Sulsel) - Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang Wilhelmus Wetan Songa SH.MHum mengatakan kebijakan Australia untuk menghapus penampungan manusia perahu di bawah pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, akan berpengaruh terhadap hubungan bilateral RI-Australia.
"Di satu sisi, kebijakan tersebut menguntungkan Australia untuk mengerem masuknya manusia perahu ke negeri Kanguru, namun di sisi lain kebijakan Abbott dapat memperkeruh hubungan bilateral kedua negara," katanya di Kupang, Selasa.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang itu mengatakan semua manusia perahu dari Timur Tengah yang hendak menyeberang secara ilegal ke Australia, umumnya melintasi perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai pintu masuk.
"Kebijakan Abbott tersebut membuat kita (Indonesia) jadi dilematis antara membendung atau membiarkan mereka masuk ke negeri Kanguru? Situasi inilah yang bakal menejadi cikal bakal lahirnya hubungan tidak harmonis antara RI-Australia," ujarnya.
Pimpinan koalisi Partai Liberal-Konservatif Australia Tony Abbott yang baru saja meraih kemenangan dalam pemilu Australia menjadi perdana menteri menggantikan Kevin Rudd, akan menerapkan kebijakan yang lebih keras dalam menghadapi pencari suaka.
Dalam kampanye pertengahan Agustus 2013, Tony Abbott antara lain akan menunjuk komandan militer untuk memimpin operasi umum dalam mengatasi para imigran yang datang dengan perahu dan penyelundup manusia ke wilayah Australia.
Kebijaka Abbott tersebut sangat berpengaruh terhadap hubungan kedua negara, mengingat hampir semua perahu pengungsi melewati perairan Indonesia terutama Pulau Rote dan Teluk Kupang yang lebih strategis untuk menyeberang ke Australia dan Timor Leste secara ilegal.
Ia menyebut lalu lintas imigran gelap ke Australia melalui wilayah perairan Nusa Tenggara Timur dalam tiga tahun terakhir meningkat tajam dibanding kasus menonjol lainnya seperti illegal mining dan kasus perdagangan manusia, sehingga membutuhkan perhatian serius.
Peningkatan tersebut dilihat dari jumlah kasus pada 2010 sebanyak 17 kasus (52) orang. Tahun 2011 jumlah imigran gelap meningkat dari 52 menjadi 172 orang dan pada 2012 meningkat lagi menjadi 452 orang serta hingga Februari 2013 sudah mencapai 98 orang.
"Dalam proses identifiasi rata-rata para imigran gelap itu berasal dari Afghanistan, Pakistan, Myanmar, India dan Irak serta beberapa negara Timur Tengah lainnya," kata Wetan Songa.
Menurut dia, umumnya para imigran gelap nekad melaksanakan perjalanan tanpa dilengkapi dokumen karena ingin mencari suaka politik ke negara tujuan dan bermaksud mencari penghidupan yang lebih baik lagi.
Ia mengatakan meingkatnya kasus imigran gelap melalui wilayah NTT disebabkan oleh letak provinsi kepulauan ini yang berbatasan langsung dengan negeri Kanguru itu, sehingga memudahkan proses penyeberangan melalui wilayah perairan Laut Timor.
Ia berpendapat peraturan baru Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 tertanggal 17 September 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal harus ditegakkan.
"Penegakkan aturan tersebut guna mencegah maraknya lalu lintas manusia perahu menuju Australia, sekaligus menepis tuduhan Australia terhadap nelayan NTT sebagai agen imigran gelap," katanya.
Para nelayan Indonesia umumnya lebih mengedepankan jasa layanan bagi para penumpang, tanpa mengetahui status penumpang tersebut, apakah legal atau ilegal.
Dengan berbagai dalih dan jaminan, para nelayan Indonesia akhirnya sepakat mengantar para imigran asing itu ke tujuan yang akhirnya berbuntut masalah hukum terhadap para nelayan tersebut. L. Molan
Berita Terkait
Yusril sambangi rumah Prabowo laporkan kemenangan di MK
Selasa, 23 April 2024 13:06 Wib
Mahfud Md: Pemilu 2024 dari sudut hukum sudah selesai
Senin, 22 April 2024 18:33 Wib
MK: KPU tidak mengubah PKPU 19/2023 tidak melanggar hukum
Senin, 22 April 2024 11:04 Wib
Kuasa Hukum korban dugaan asusila baru laporkan Hasyim Asy'ari ke DKPP RI
Jumat, 19 April 2024 17:51 Wib
MK menerima "amicus curiae" dari empat BEM fakultas hukum
Selasa, 16 April 2024 13:20 Wib
KPU optimistis MK putuskan hasil PHPU Pemilu 2024 sesuai kerangka hukum
Senin, 15 April 2024 19:05 Wib
Kemenkumham Sulsel berikan pendampingan KKP HAM
Selasa, 9 April 2024 10:56 Wib
LBH Apik: Kasus anak berhadapan dengan hukum dominan di Makassar
Jumat, 29 Maret 2024 16:55 Wib