"Selain itu, Jokowi-JK mempunyai tipikal ledership yang relatif sama, yakni bukan orang di belakang meja untuk menunggu laporan, tetapi terjun langsung ke lapangan dan berhadapan dengan rakyat," kata Ahmad Atang, di Kupang, Senin terkait wacana duet Jokowi-JK dalam Pilpres 9 Juli 2014 mendatang.
"Jokowi dan JK ini juga adalah sama-sama praktisi dan pelaku usaha, sehingga lebih cepat mengambil keputusan yang cepat, tepat dan cerdas untuk kepentingan bangsa ini ke depan," kata Pembantu Rektor I UMK ini.
Hal lain yang membuat pasangan ini menjadi ideal adalah Jokowi-JK adalah representasi geopolitik Jawa-non Jawa. Keduanya juga memiliki pengalaman di pemerintahan.
Jokowi-JK adalah figur yang bersih sehingga lebih mudah membangun "good gavernance" atau pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kelemahannya menurut dia, adalah bahwa keduanya bukan pimpinan parpol sehingga akan mudah didikte oleh parpol pendukungnya.
"Mereka tidak memiliki otoritas langsung terhadap infrastruktur partai, baik di parlemen maupun non parlemen," katanya.
Kondisi tersebut menjadi kesulitan tersendiri dalam membangun komunikasi politik. Hal tersebut karena rentang kendali parpol dipegang oleh figur lain.
"Maka setiap keputusan politik tidak bisa dilakukan secara cepat bahkan bisa terhambat, karena harus mendapat pertimbangan dari partai yang memimpin koalisi," kata Ahmad Atang. I.K. Sutika