Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga pemantau independen Indonesia Corruption Watch membangun alat pemantau pelaksanaan "electronic procurement" dengan menggunakan metode "potential fraud analysis".
"Metode ini dibangun setelah kerja sama ICW dengan LKPP melalui sharing data pengadaan barang jasa elektronik di seluruh Indonesia," kata perwakilan ICW Lais Abid, Rabu.
Melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Makassar, Lais menyebutkan alat pemantauan tersebut dibuat dalam bentuk website dengan laman www.opentender.net.
"Alat pemantauan ini bisa diakses publik, inspektorat, lembaga pengawasan, aparat penegak hukum, legislatif dan jurnalis untuk memantau sendiri pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik serta bisa melakukan analisis sendiri, katanya.
Menurut dia, alat ini diyakini membantu upaya transparansi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah sihingga digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
"Alat tersebut,tidak bisa memastikan bahwa dalam sebuah paket pengadaan terjadi korupsi, namun bisa dipakai untuk memandu kita melakukan identifikasi paket-paket pengadaan yang mana saja yang berpotensi terjadi penyimpangan," bebernya
Sebelumnya, pemakaian e-procurement atau e-tender saat ini telah digunakan secara luas dan untuk proses anggaran belanja pemerintah yang cukup besar.
Pada 2014 kurang lebih ada 12 ribu paket pengadaan barang dan jasa di Kementerian Prasarana Umum dan Perumahan Rakyat menggunakan anggaran sebesar Rp118 triliun untuk infrastruktur.
Pemerintah telah mengatur dalam APBNdan APBD 2012 sekurang-kurangnya 75 persen dari seluruh belanja Kementerian atau Lembaga dan 40 persen belanja Pemda di Provinsi, Kabupaten dan kota dipergunakan untuk pengadaan barang dan jasa.
Pemerintah dan lembbaga wajib menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Sepanjang pelaksanaan e-tender pemerintah hingga saat ini telah berhasil menghemat anggaran Rp 65 triliun.
Kendati pelaksanaan e-procurement harus tetap dipantau pelaksanaanya, mengingat masih banyak penyimpangan yang terjadi dalam implementasi e-procurement.
Hampir 70% perkara korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Menurut catatan ICW, banyak tersangka korupsi pada 2014 adalah pelaksana proyek dan perusahaan rekanan. Korupsi juga banyak terjadi pada sektor infrastruktur dan keuangan daerah serta modus markup," tambah Lais.
Sementara LSM Yasmib Sulawesi melalui perwakilannya Affan Nasir menyatakan sejak diberlakukan e-procurement pihaknya mengunakan alat pemantau PFA karena dapat mendeteksi adanya penyimpangan.
"2014 lalu kami telah pakai untuk memantau pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah, khususnya yang menggunakan e-procurement di Kota Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat dan hasilnya memuaskan," tambahnya. N Yuliastuti
Berita Terkait
Sulbar terus berupaya tingkatkan IPM wujudkan masyarakat sehat cerdas
Sabtu, 20 April 2024 11:38 Wib
Sebanyak 2.300 pencaker di Sulbar perebutkan 179 kuota kerja magang
Sabtu, 20 April 2024 11:23 Wib
SIEJ siapkan beasiswa jurnalis liputan efesiensi energi perubahan iklim
Sabtu, 20 April 2024 7:19 Wib
Dinkes ungkap DBD di Sulsel tembus 1.620 kasus
Sabtu, 20 April 2024 7:16 Wib
Sekda Sulbar sebut SMK Rangas Mamuju akan diresmikan Presiden Jokowi
Sabtu, 20 April 2024 7:08 Wib
Pemprov Sulbar beri penghargaan pembangunan daerah pada tiga kabupaten
Sabtu, 20 April 2024 7:07 Wib
Pemkab Sidrap berikan makanan tambahan untuk balita stunting
Jumat, 19 April 2024 19:48 Wib
Penjabat Gubernur Sulsel dianugerahi gelar adat Daeng Mappuji
Jumat, 19 April 2024 17:48 Wib