Makassar (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Selatan kembali menyoroti tambang ilegal galian C yang semakin marak beroperasi tanpa memiliki izin resmi, termasuk kontrol dari Dinas Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada sejumlah kabupaten kota di Sulawesi Selatan.
"Dari laporan yang kami terima, banyak bermunculan tambang-tambang galian C mengeruk pasir dan bebatuan di pinggir sungai yang tidak memiliki izin juga minimnya pengawasan dari dinas terkait," ungkap Wakil Ketua Komisi D Bidang Pembangunan Hengky Yasin di kantor DPRD setempat, Rabu.
Menurut dia, maraknya operasi tambang ilegal sudah lama disampaikan kepada dinas bersangkutan untuk segera melakukan penindakan tidak ditanggapi secara serius,
Bahkan, katanya, rekomendasi pun dikeluarkan untuk mendukung upaya Pemerintah Provinsi mencegah pengambilan mineral tersebut secara berlebihan.
Aturan baru Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba yang menggantikan Undang-undang nomor 4 tahun 2009, yang berkaitan dengan izin, menyebutkan kepala daerah untuk tidak memberikan perizinan baru di bidang pertambangan.
Selain itu, meski Undang-undang tersebut sudah disahkan pada Juni 2020, tetapi sejauh ini belum ada terbit Peraturan Gubernur mengatur soal izin tambang.
"Tahun 2019 lalu DPRD sudah mengeluarkan rekomendasi soal penertiban tambang-tambang ini agar bisa mengurai masalahnya. Tapi, sampai tahun 2021, problemnya tetap sama, jangan sampai dikeluarkan lagi rekomendasi, tapi tidak jalan. Makanya mau dipertegas," papar Yasin.
Anggota Komisi D lainnya, Ady Ansar juga mempertanyakan maraknya tambang di Kabupaten Kepulauan Selayar yang aktif tanpa ada teguran maupun pengawasan dari dinas terkait. Bila operasi tambang terus dilakukan apalagi tanpa izin maka, besar kemungkinan akan terjadi kerusakan hingga mengalami bencana ekologi alam.
"Salah satu contohnya di Dapil saya, Kabupaten Selayar. Tapi ini bukan hanya Selayar saja, tapi hampir semua kabupaten di Sulsel. Persoalan izin menjadi hal klasik dan saling lempar tanggungjawab baik kabupaten kota. Tapi ketika terjadi bencana, siapa yang paling bertanggungjawab," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas, Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andi Irawan mengatakan sejak 10 Desember 2020 lalu, izin tambang bukan lagi menjadi kewenangan provinsi baik itu tambang galian C maupun yang paling kecil.
"Sudah tidak ada lagi kewenangan kami, tapi kalau mau melakukan tambang harus ada beberapa perizinan yang dilewati mulai dari bupati," ucap Irawan.
Selain pejabat daerah, kata dia, harus ada izin dari Dinas Lingkungan Hidup pada daerah setempat, apabila itu tambang di daratan, namun jika pengerukan pasir dari sungai harus juga mengantongi izin dari Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang.
Bila sudah memiliki izin dari instansi atau lembaga berwenang, maka akan ditindaklanjuti ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP. Selanjutnya, dikeluarkan izin atas persetujuan gubernur untuk ditindaklanjuti di tingkat pusat apakah disetujui atau tidak tergantung kelengkapan dokumennya.
"Faktanya di lapangan, penambangan dilakukan lebih dulu, sebelum izin keluar. Jadi kalau ada masalah (penambangan ilegal), baru kami koordinasi dengan koordinator Inspektur tambang, mereka akan turun bersama kepolisian untuk menindaknya," katanya.
"Dari laporan yang kami terima, banyak bermunculan tambang-tambang galian C mengeruk pasir dan bebatuan di pinggir sungai yang tidak memiliki izin juga minimnya pengawasan dari dinas terkait," ungkap Wakil Ketua Komisi D Bidang Pembangunan Hengky Yasin di kantor DPRD setempat, Rabu.
Menurut dia, maraknya operasi tambang ilegal sudah lama disampaikan kepada dinas bersangkutan untuk segera melakukan penindakan tidak ditanggapi secara serius,
Bahkan, katanya, rekomendasi pun dikeluarkan untuk mendukung upaya Pemerintah Provinsi mencegah pengambilan mineral tersebut secara berlebihan.
Aturan baru Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba yang menggantikan Undang-undang nomor 4 tahun 2009, yang berkaitan dengan izin, menyebutkan kepala daerah untuk tidak memberikan perizinan baru di bidang pertambangan.
Selain itu, meski Undang-undang tersebut sudah disahkan pada Juni 2020, tetapi sejauh ini belum ada terbit Peraturan Gubernur mengatur soal izin tambang.
"Tahun 2019 lalu DPRD sudah mengeluarkan rekomendasi soal penertiban tambang-tambang ini agar bisa mengurai masalahnya. Tapi, sampai tahun 2021, problemnya tetap sama, jangan sampai dikeluarkan lagi rekomendasi, tapi tidak jalan. Makanya mau dipertegas," papar Yasin.
Anggota Komisi D lainnya, Ady Ansar juga mempertanyakan maraknya tambang di Kabupaten Kepulauan Selayar yang aktif tanpa ada teguran maupun pengawasan dari dinas terkait. Bila operasi tambang terus dilakukan apalagi tanpa izin maka, besar kemungkinan akan terjadi kerusakan hingga mengalami bencana ekologi alam.
"Salah satu contohnya di Dapil saya, Kabupaten Selayar. Tapi ini bukan hanya Selayar saja, tapi hampir semua kabupaten di Sulsel. Persoalan izin menjadi hal klasik dan saling lempar tanggungjawab baik kabupaten kota. Tapi ketika terjadi bencana, siapa yang paling bertanggungjawab," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas, Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andi Irawan mengatakan sejak 10 Desember 2020 lalu, izin tambang bukan lagi menjadi kewenangan provinsi baik itu tambang galian C maupun yang paling kecil.
"Sudah tidak ada lagi kewenangan kami, tapi kalau mau melakukan tambang harus ada beberapa perizinan yang dilewati mulai dari bupati," ucap Irawan.
Selain pejabat daerah, kata dia, harus ada izin dari Dinas Lingkungan Hidup pada daerah setempat, apabila itu tambang di daratan, namun jika pengerukan pasir dari sungai harus juga mengantongi izin dari Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang.
Bila sudah memiliki izin dari instansi atau lembaga berwenang, maka akan ditindaklanjuti ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP. Selanjutnya, dikeluarkan izin atas persetujuan gubernur untuk ditindaklanjuti di tingkat pusat apakah disetujui atau tidak tergantung kelengkapan dokumennya.
"Faktanya di lapangan, penambangan dilakukan lebih dulu, sebelum izin keluar. Jadi kalau ada masalah (penambangan ilegal), baru kami koordinasi dengan koordinator Inspektur tambang, mereka akan turun bersama kepolisian untuk menindaknya," katanya.