Makassar (Antaranews Sulsel) - Koalisi Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan menolak kebijakan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) mengakomodasi calon anggota legislatif bekas narapidana korupsi, termasuk mendesak partai politik untuk menarik dengan mengganti calegnya dengan yang tidak tersangkut masalah hukum.
"Alasan Bawaslu meloloskan caleg koruptor dengan dalih PKPU nomor 20 tahun 2018 bertentangan dengan Undang-undang Pemilu dan melanggar hak konstitusional warga negara, tetapi itu kami rasa merupakan kebijakan tidak tepat, apalagi tidak ada aturan Bawaslu bisa mengoreksi PKPU," tegas perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel, Fajar Akbar kepada wartawan di kantor KPU Provinsi Sulsel, Makassar, Jumat.
Menurutnya, Peraturan KPU atau PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang Pelarangan calon legislatif dari terpidana koruptor, pelaku kejahatan seksual, dan bandar narkoba sudah tepat, bahkan mendapat dukungan dari masyarakat sipil. Hanya saja Bawaslu serta Caleg bekas koruptor malah menolak PKPU tersebut dengan dasar hak konstitusional.
Selain itu putusan Bawaslu yang ingin mengakomodasi mantan koruptor dan mantan pelaku kejahatan lainnya dianggap bermasalah, sebab dalam pasal 76 ayat 1 Undang-undang Pemilu telah mengatur dalam hal ini PKPU, diduga bertentangan dengan Undang-undang.
Bahkan sampai saat ini pengujian masih dilakukan Mahkamah Agung. Ketentuan yang sama diatur dalam pasal 9 ayat 2 Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Sehingga keputusan Bawaslu tersebut kami anggap salah sasaran karena koreksi atas PKPU bukan wewenang Bawaslu," ungkap Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar itu.
Kendati demikian, MA pun belum mengeluarkan putusan yang menyatakan PKPU bertentangan dengan Undang-undang . Seharusnya Bawaslu bersama KPU bekerja bersama untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas dan bersih.
Tidak hanya itu, aturan tentang pelarangan napi koruptor, pelaku kejahatan seksual dan bandar narkoba sudah ada sebelumnya dalam PKPU nomor 14 tahun 2018 untuk mengatur pencalonan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak pernah mendapatkan penolakan.
"Partai-partai politik peserta pemilu kan sudah bertanda tangan pakta integritas tentang tidak memasukkan calegnya mantan napi, koruptor dan pelaku kejahatan lain. Dalam pasal 4 ayat 3 PKPU nomor 20 tahun 2018 juga disebutkan seleksi bacaleg tidak menyertakan mantan terpidana khusus," beber dia.
Kemudian, lanjutnya, dalam pasal 6 ayat 1 huruf e dinyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten kota sebagai mana dimaksud alam pasal 4 ayat 3.
"Kita berharap permasalahan ini dapat segera berakhir dan kita sama-sama mengawal proses pemilu serentak ini secara demokratis tanpa mencederai Hak Asasi Manusia dalam bingkai negara hukum sehingga tercipta pemilu berintegritas dan bersih," katanya.
Pihaknya juga mendesak agar Parpol segera menarik semua caleg mantan napi korupsi dan meminta MA segera memutus terkait ?PKPU dimaksud agar tercipta kepastian hukum, serta meminta Bawaslu mengoreksi putusan Bawaslu daerah yang meloloskan caleg mantan napi koruptor, pelaku kekerasan seksual dan bandar narkoba.
Sebelumnya, untuk kasus di Bawaslu Sulsel yang telah meloloskan gugatan tiga caleg bekas terpidana korupsi untuk maju pada Pemilihan Legislatif 2019. Meski demikian putusan tersebut masih ditangan KPU Provinsi Sulsel.
Tiga Caleg tersebut masing-masing, Joni Cornelius Tondok caleg dari Kabupaten Toraja Utara dengan kasus korupsi biaya operasional atau mobilitas, biaya pemberdayaan perempuan, biaya barang dan jasa dengan vonis satu tahun, enam bulan penjara dan bebas pada tahun 2015.
Selanjutnya, Andi Muttamar Mattotorang dari Kabupaten Bulukumba, mantan Ketua DPRD Kabupaten Bulukumba ini merupakan terpidana korupsi Bappeda Gate, pidana penjara berdasarkan putusan Mahkamah Agung, satu tahun enam bulan, putus pada 13 agustus 2008 dan bebas tahun 2010. Pekerjaan saat ini Ketua DPD Partai Berkarya Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Kemudian, H Ramadhan Umasangaji dari Kota Pare-pare. Mantan Sekretaris Dewan Kota Pare-pare ini terjerat kasus korupsi Tunjangan Perumahan anggota DPRD dan mendapat vonis dua tahun (percobaan) pada 2011-2013.
Berita Terkait
AHY temui Prabowo di Kantor Kemenhan
Selasa, 5 Maret 2024 17:35 Wib
KAPSS mendorong Polres Gowa tangani kasus pemerkosaan secara profesional
Selasa, 5 Maret 2024 17:26 Wib
Gerinda: Koalisi dengan 01 dan 03 berpotensi dapat terjadi
Selasa, 20 Februari 2024 21:47 Wib
Surya Paloh ungkap kemungkinan koalisi antara AMIN dan Ganjar-Mahfud jika dua putaran
Minggu, 11 Februari 2024 1:17 Wib
Koalisi OMS kawal Pemilu membuka posko pengaduan netralitas ASN
Sabtu, 27 Januari 2024 1:03 Wib
Timnas AMIN tidak ingin berspekulasi soal koalisi lanjutan
Rabu, 3 Januari 2024 8:01 Wib
Koalisi Jurnalis Sulsel gelar aksi bela Palestina
Selasa, 28 November 2023 0:43 Wib
Cawapres Gibran hadiri konsolidasi pemenangan Pilpres di Makassar
Jumat, 24 November 2023 23:03 Wib