"Sebenarnya isu (Myanmar) ini akan dibawa ke DK PBB oleh beberapa negara. Untuk Indonesia, masalah Myanmar dan Rohingya itu terjadi di kawasan. Maka konteksnya adalah sinergi organisasi kawasan, yakni ASEAN, dengan DK PBB untuk penyelesaian isu Rohingya dan Myanmar," ujar Febrian di Jakarta, Rabu sore.
Menurut dia, pemerintah Indonesia sejauh ini menginginkan dan terus mendorong agar permasalahan di Myanmar dapat ditangani dengan menggunakan mekanisme ASEAN.
"AHA Centre (ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management) atas inisiatif Indonesia juga sudah mulai masuk ke Myanmar untuk memberikan bantuan kemanusiaan," ucapnya.
Sebelumnya, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Singapura bulan November 2018, Indonesia mengusulkan agar AHA Centre dan Sekretariat ASEAN mendapatkan akses dan dapat berkontribusi lebih banyak, terutama dalam mempersiapkan repatriasi yang sukarela, aman dan bermartabat bagi para pengungsi dari Myanmar. Usulan Indonesia tersebut ditanggapi secara positif oleh negara anggota ASEAN.
Febrian menyebutkan bahwa sudah ada beberapa negara anggota DK PBB yang menyatakan ingin membawa isu Myanmar untuk dibahas di Dewan Keamanan, salah satunya adalah Inggris.
Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Inggris Sir Simon McDonald saat berkunjung ke Sekretariat ASEAN di Jakarta pada 10 Januari 2019 menyampaikan bahwa Inggris siap bekerjasama dalam berbagai isu dengan Indonesia di DK PBB.
"Inggris dan Indonesia untuk dua tahun ke depan akan bekerja di DK PBB bersama. Indonesia sudah dengan jelas menyampaikan empat prioritasnya. Saya yakin Inggris dapat bekerja dengan baik dengan Indonesia dalam semua hal, baik isu perempuan, pemeliharaan perdamaian dan keamanan, kontraterorisme, dan isu kawasan, seperti isu Myanmar," ujar McDonald.
"Untuk isu Myanmar, banyak hal yang dapat kita lakukan karena Indonesia adalah perwakilan dari ASEAN dan Inggris adalah 'pen holder' dari DK PBB. Kami berharap dapat bekerja sama dengan erat," lanjutnya.
Indonesia telah menetapkan empat prioritas untuk keanggotaannya pada Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, salah satunya memperkuat sinergi antara DK PBB dengan organisasi kawasan, termasuk ASEAN.
Indonesia ingin mendorong peranan yang lebih besar dan penguatan kapasitas organisasi kawasan dalam penanganan isu perdamaian dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan Dewan Keamanan PBB dengan organisasi kawasan pun memang diatur dalam Piagam PBB. Misalnya, Bab VIII Piagam PBB mendorong negara-negara yang tergabung dalam organisasi kawasan untuk terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai melalui organisasi regional sebelum meneruskan isu tersebut kepada DK PBB (Pasal 52 (2)).
Sekiranya diperlukan, DK PBB dapat menggunakan kerangka organisasi kawasan untuk melakukan "enforcement action" (tindakan penegakan hukum) melalui otoritas Dewan Keamanan (Pasal 53 (1))