Makassar (ANTARA) - Tim advokasi hukum kekerasan jurnalis Makassar akan melayangkan surat klarifikasi kepada Polda Sulawesi Selatan terkait lambannya penanganan etik Polri di jajaran Polda Sulsel atas kekerasan jurnalis saat meliput aksi di depan DPRD Sulsel 24 September 2019.
"Secepatnya kami tim kuasa hukum korban kekerasan jurnalis akan melayangkan surat untuk mengklarifikasi beberapa keterangan terkait penanganan kasus tersebut," ujar salah satu tim hukum, Firmansyah, di Makassar, Jumat.
Pihaknya juga telah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil pemeriksaan atas laporan korban dari pihak Bidang Propam Polda Sulsel. Surat tersebut menerangkan belum dapat melanjutkan proses pelanggaran etik dan disiplin dikarenakan harus menunggu proses pidananya.
"Pernyataan tersebut sangat tak berdasar. Seharusnya pihak Bidpropam tetap melakukan proses laporan etik tersebut," katanya.
Pada faktanya Kapolda Sulsel di beberapa media online menyatakan telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum dan bahkan sudah ada yang ditahan. Lantas apa dasarnya tidak dilanjutkan proses etiknya dan disiplinnya sementara sudah ada yang ditahan.
"Jadi saya kira pengaduan disiplin dan etik dengan laporan pidana itu dua hal yang berbeda, yang tentunya mekanisme hukumnya pun berbeda lantas kenapa harus saling menunggu. Kami melihat proses ini terkesan lambat dan tertutup," kata Firmansyah pula.
Dia mencontohkan, jika dibandingkan dengan kasus kematian mahasiswa di Kendari, beberapa oknum anggota kepolisian tetap menjalani sidang etik tanpa menunggu pidananya.
Tentunya, kata Firman, tidak ada alasan bagi pihak polda untuk tidak melanjutkan proses etik dan disiplin tersebut.
"Kami berharap Bapak Kapolda sesegera mungkin untuk tetap melanjutkan proses etiknya terlebih harus diingat kasus ini menyangkut kekerasan jurnalis, yang juga menjadi perhatian publik," ujar Firman.
Sebelumnya, tiga jurnalis mendapat kekerasan aparat keamanan saat pembubaran massa aksi yang menolak sejumlah kebijakan yakni revisi Undang-Undang KPK, Rancangan Undang-Undang KUHP, RUU Pertanahan serta RUU Pemasyarakatan dan sejumlah lainnya yang tidak pro terhadap rakyat, pada 24 September 2019 lalu.
Ketiga jurnalis tersebut masing-masing M Darwin Fatir dari LKBN ANTARA, Isak Pasabuan dari makassar today.com dan M Saiful dari inikata.com. Kejadiannya pada 24 September 2019 sekitar pukul 16.00 WITA.
Korban M Darwin Fatir sempat dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan akibat pengeroyokan oknum aparat keamanan karena mengalami luka bocor di bagian kepala kiri belakang, tangan lebam hingga mengalami sakit di sekujur badannya akibat pukulan dan tendangan dari oknum di depan kantor DPRD Sulsel.
Sementara M Saiful mengalami luka serius pada bagian pipi atas berdekatan dengan mata kirinya diduga terkena pentungan oknum aparat keamanan saat itu berada di sekitaran bawah jembatan layang atau fly over Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.
Sedangkan Isak Pasabuan mengalami pemukulan dan mendapat perlakuan kasar hingga dihalang-halangi saat mengambil gambar ketika aparat melakukan dan dugaan kekerasan terhadap mahasiswa di pos security showroom Motor Hyundai Jalan Urip Sumoharjo.
Berita Terkait
Shelter Pattingalloang menjadi percontohan penanganan kasus kekerasan
Sabtu, 30 Maret 2024 17:46 Wib
Ketua GP Ansor Takalar mengecam kekerasan terhadap wartawan
Kamis, 28 Maret 2024 23:20 Wib
Menteri PPPA minta kampanyekan "dare to speak up" menghadapi kekerasan
Rabu, 27 Maret 2024 16:03 Wib
DP3A Kota Makassar dorong program "Speak Up" menghadapi kasus kekerasan
Senin, 25 Maret 2024 18:45 Wib
TNI AD: Ada 13 oknum prajurit diduga terlibat kekerasan di Papua
Senin, 25 Maret 2024 17:46 Wib
Unhas rutin sosialisasikan cegah kekerasan seksual di kampus
Jumat, 22 Maret 2024 18:35 Wib
FKG Unhas sosialisasikan pencegahan kekerasan seksual
Rabu, 20 Maret 2024 18:32 Wib
Polres Gowa klarifikasi dugaan kekerasan tahanan anak di sel Polsek Bontomaranu
Jumat, 8 Maret 2024 1:17 Wib