Pengamat sebut Pilkada Makassar bergerak dinamis
Makassar (ANTARA) - Sejumlah pengamat politik menyebut konstelasi Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 23 September 2020 sedang bergerak dinamis dengan munculnya kandidat dengan kekuatan baru maupun yang pernah maju pada Pilkada Wali Kota 2018 lalu.
"Saya kira melihat konstelasi politik di Makassar semakin dinamis, mengingat ada incumbent yang maju dan banyak bermunculan kandidat baru," sebut pengamat politik dari Unhas, Sarwedi Muhammad dalam diskusi politik di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu.
Ia mengungkapkan, meski banyak penantang baru yang mencoba meraih simpati pemilih, namun kekuatan kandidat yang lama seperti Munafri Arifuddin, Moh Ramdhan Pomanto dan Syamsu Rizal juga tidak diragukan karena masing-masing masih memiliki basis sektoral massa yang kuat.
Meski peluang mantan petahana Moh Ramdhan Pomanto sangat besar, karena memiliki pendukung fanatik ditingkat RT/RW, tetapi itu bisa saja tergerus dengan hadirnya lawan politiknya pada Pilkada Wali Kota 2018 yang kembali maju.
"Appi (Munafri Arifuddin) misalnya, selain memiliki kekuatan finansial dan dukungan massa, juga punya pengalaman, tinggal bagaimana memanfaatkan strateginya dengan sistematis," katanya.
Selain itu, kekuatan dari birokrasi dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN), kata dia, tidak sepenuh bisa digunakan lagi seperti sebelumnya, kendati sudah menjadi rahasia umum petahana selalu memanfaatkan suara mereka untuk meraih kemenangan.
Hal itu merujuk pada pengalaman pertarungan Pilkada Makassar 2018 lalu, dimana petahana Moh Ramdhan Pomanto atau Danni Pomanto berhadapan dengan Munafri Arifuddin atau Appi.
Belakangan Danni Pomanto bersama pasangannya Indira Mulyasari akhirnya didiskulifikasi di tengah jalan karena dinyatakan melanggar, diduga menggerakkan dan memutasi ASN enam bulan setelah penetapan. Appi dan pasangannya Rachmatika Dewi pun hanya melawan kolom kosong, tapi hasil Pilkada kolom kosong justru menang.
"Peluang Appi masih terbuka luas memenangkan pertarungan. Sebab, birokrasi tidak bisa lagi dikendalikan ataupun dijadikan mesin politik. Tetapi, itu bukan salah satu indikator kemenangan, karena ASN bersifat netral, dan tahu konsekuensinya," beber dia.
Sementara Direktur Eksekutif PT General Survei Indonesia, Herman Lilo pada diskusi itu membeberkan hasil risetnya dan hanya ada tiga bakal calon yang patut diperhitungkan. Sementara nama-nama bakal calon lainnya memiliki tingkat elektoral yang belum memadai.
Dari hasil riset 8-18 November 2019 dengan 440 responden di 15 kecamatan se Kota Makassar, ada tiga kandidat yang memiliki potensi suara yang signifikan seperti Danni Pomanto, Appi dan Syamsu Rizal atau disapa akrab Deng Ical.
"Hasil riset kami kemarin, elektabilitas Danny Pomanto sudah turun ke angka 32,4 persen dari sebelumnya 43 persen. Sedangkan di posisi kedua, Appi meraih 25 persen atau naik dari 16,4 persen. Disusul di posisi ketiga Deng Ical 14,3 persen, dan semua calon lainnya masih di sekitar lima persen," beber Ilo.
Pengamat politik dari kampus Unismuh Makassar, Abdi pada kesempatan itu menilai peluang 'head to head' di Makassar sangat terbuka lebar karena bisa jadi, hanya ada dua bakal calon yang memiliki modal yang cukup untuk menguasai medan politik Kota Makassar.
"Modal kecerdasan, modal opini publik, modal kekuatan finansial, dan modal kekuatan birokrasi sangat menentukan dalam pilkada. Dan yang memiliki seluruh modal itu hanya ada beberapa calon," katanya.
Direktur Eksekutif Nurani Strategic, Nurmal Idrus juga hadir dalam diskusi itu menilai peluang 'head to head' di Pilwakot sangat mungkin terjadi.
"Melihat komunikasi partai politik hari ini, potensi head to head di Pilwalkot Makassar sangat besar. Tapi belum tentu Danny melawan Appi, bisa saja Appi versus yang lain," ujar Nurmal
Diskusi tersebut dipandu Sukmayadi Maeruddin selaku direktur Komunikasi PT General Survei Indonesia dengan mengangkat tema Menakar Peluang Munafri Arifuddin (Appi) di Pilkada Wali Kota Makassar 2020.
"Saya kira melihat konstelasi politik di Makassar semakin dinamis, mengingat ada incumbent yang maju dan banyak bermunculan kandidat baru," sebut pengamat politik dari Unhas, Sarwedi Muhammad dalam diskusi politik di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu.
Ia mengungkapkan, meski banyak penantang baru yang mencoba meraih simpati pemilih, namun kekuatan kandidat yang lama seperti Munafri Arifuddin, Moh Ramdhan Pomanto dan Syamsu Rizal juga tidak diragukan karena masing-masing masih memiliki basis sektoral massa yang kuat.
Meski peluang mantan petahana Moh Ramdhan Pomanto sangat besar, karena memiliki pendukung fanatik ditingkat RT/RW, tetapi itu bisa saja tergerus dengan hadirnya lawan politiknya pada Pilkada Wali Kota 2018 yang kembali maju.
"Appi (Munafri Arifuddin) misalnya, selain memiliki kekuatan finansial dan dukungan massa, juga punya pengalaman, tinggal bagaimana memanfaatkan strateginya dengan sistematis," katanya.
Selain itu, kekuatan dari birokrasi dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN), kata dia, tidak sepenuh bisa digunakan lagi seperti sebelumnya, kendati sudah menjadi rahasia umum petahana selalu memanfaatkan suara mereka untuk meraih kemenangan.
Hal itu merujuk pada pengalaman pertarungan Pilkada Makassar 2018 lalu, dimana petahana Moh Ramdhan Pomanto atau Danni Pomanto berhadapan dengan Munafri Arifuddin atau Appi.
Belakangan Danni Pomanto bersama pasangannya Indira Mulyasari akhirnya didiskulifikasi di tengah jalan karena dinyatakan melanggar, diduga menggerakkan dan memutasi ASN enam bulan setelah penetapan. Appi dan pasangannya Rachmatika Dewi pun hanya melawan kolom kosong, tapi hasil Pilkada kolom kosong justru menang.
"Peluang Appi masih terbuka luas memenangkan pertarungan. Sebab, birokrasi tidak bisa lagi dikendalikan ataupun dijadikan mesin politik. Tetapi, itu bukan salah satu indikator kemenangan, karena ASN bersifat netral, dan tahu konsekuensinya," beber dia.
Sementara Direktur Eksekutif PT General Survei Indonesia, Herman Lilo pada diskusi itu membeberkan hasil risetnya dan hanya ada tiga bakal calon yang patut diperhitungkan. Sementara nama-nama bakal calon lainnya memiliki tingkat elektoral yang belum memadai.
Dari hasil riset 8-18 November 2019 dengan 440 responden di 15 kecamatan se Kota Makassar, ada tiga kandidat yang memiliki potensi suara yang signifikan seperti Danni Pomanto, Appi dan Syamsu Rizal atau disapa akrab Deng Ical.
"Hasil riset kami kemarin, elektabilitas Danny Pomanto sudah turun ke angka 32,4 persen dari sebelumnya 43 persen. Sedangkan di posisi kedua, Appi meraih 25 persen atau naik dari 16,4 persen. Disusul di posisi ketiga Deng Ical 14,3 persen, dan semua calon lainnya masih di sekitar lima persen," beber Ilo.
Pengamat politik dari kampus Unismuh Makassar, Abdi pada kesempatan itu menilai peluang 'head to head' di Makassar sangat terbuka lebar karena bisa jadi, hanya ada dua bakal calon yang memiliki modal yang cukup untuk menguasai medan politik Kota Makassar.
"Modal kecerdasan, modal opini publik, modal kekuatan finansial, dan modal kekuatan birokrasi sangat menentukan dalam pilkada. Dan yang memiliki seluruh modal itu hanya ada beberapa calon," katanya.
Direktur Eksekutif Nurani Strategic, Nurmal Idrus juga hadir dalam diskusi itu menilai peluang 'head to head' di Pilwakot sangat mungkin terjadi.
"Melihat komunikasi partai politik hari ini, potensi head to head di Pilwalkot Makassar sangat besar. Tapi belum tentu Danny melawan Appi, bisa saja Appi versus yang lain," ujar Nurmal
Diskusi tersebut dipandu Sukmayadi Maeruddin selaku direktur Komunikasi PT General Survei Indonesia dengan mengangkat tema Menakar Peluang Munafri Arifuddin (Appi) di Pilkada Wali Kota Makassar 2020.