Walhi minta Pemprov Sulsel kaji ulang kebijakan penambangan pasir laut
Makassar (ANTARA) - Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wilayah Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amien meminta Pemerintah Provinsi Sulsel untuk mengkaji ulang kebijakan penambangan pasir di laut atas seluruh dampak yang diakibatkan.
"Tentu sebagai representasi masyarakat, kami sebagai lembaga pada bidang lingkungan berharap agar kegiatan penambangan dikaji ulang secara dalam setiap rencana penambangan pasir dan dipertimbangkan," katanya di Makassar, Selasa.
Pernyataan ini disampaikan karena pemerintah telah menentukan jarak penambangan pasir 8 mil jauhnya dari pesisir pantai. Tetapi dalam kacamata lingkungan hidup, kata Amin tetap saja masih rentan terhadap abrasi apalagi kerusakan ekosistem laut.
"Pengalaman buruk dari pemerintahan periode sebelumnya seharusnya bisa dijadikan pelajaran, agar hal itu tidak terulang terjadi di periode Nurdin Abdullah," katanya.
Dalam konteks lingkungan hidup, jarak yang ditentukan ini tetap saja menimbulkan resiko, memberikan dampak lain terhadap biota laut termasuk mengganggu ruang tangkap nelayan.
Selain itu, Amin menyebutkan pada jarak 8 mil, resiko lain yang memungkinkan terjadi yaitu proses kembang biak lamun (sejenis rumput laut di dasar laut) dan karang akan dipengaruhi oleh pengerukan pasir dari aktivitas tambang di tengah laut.
"Jarak 8 mil adalah daerah tangkap nelayan, karena adanya tambang pasir tentu pendapatan nelayan menurun, yang paling penting kajian terhadap lingkungan hidup dikaji secara saksama apakah tidak berisiko signifikan kepada nelayan," jelasnya.
Selain itu, pihak Walhi Sulsel juga menyarankan agar Pemprov Sulsel melakukan konsultasi publik sesuai prinsip pembangunan. Melibatkan partisipasi masyarakat yang tepat dengan semua pihak.
"Minta dan mendengarkan pendapat nelayan terhadap rencana penambangan. Jika ini dipenuhi, maka ke depannya masalah tidak akan muncul," katanya.
Pernyataan pihak Walhi ini menyusul ungkapan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah bahwa jarak penambangan pasir berdasarkan peraturan daerah ialah di atas 8 mil. Jarak ini dipastikan sangat jauh bahkan tidak bisa terlihat dari bibir pantai.
"Jika ada warga yang melihat penambangan di sini, segera diusir. Kalau ada yang membandel, kita akan panggil dan telusuri, kaji apakah itu penyebabnya. Apalagi kita juga sudah membatasi investor," kata Nurdin saat mengunjungi wilayah terdampak abrasi di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Sebelumnya, masyarakat terdampak abrasi telah menduga abrasi yang terjadi diakibatkan karena hadirnya tambang pengerukan pasir sejak 2017 yang kemudian berdampak semakin naiknya air laut ke bibir pantai Galesong, memecah tembok pemukiman warga setempat.
"Tentu sebagai representasi masyarakat, kami sebagai lembaga pada bidang lingkungan berharap agar kegiatan penambangan dikaji ulang secara dalam setiap rencana penambangan pasir dan dipertimbangkan," katanya di Makassar, Selasa.
Pernyataan ini disampaikan karena pemerintah telah menentukan jarak penambangan pasir 8 mil jauhnya dari pesisir pantai. Tetapi dalam kacamata lingkungan hidup, kata Amin tetap saja masih rentan terhadap abrasi apalagi kerusakan ekosistem laut.
"Pengalaman buruk dari pemerintahan periode sebelumnya seharusnya bisa dijadikan pelajaran, agar hal itu tidak terulang terjadi di periode Nurdin Abdullah," katanya.
Dalam konteks lingkungan hidup, jarak yang ditentukan ini tetap saja menimbulkan resiko, memberikan dampak lain terhadap biota laut termasuk mengganggu ruang tangkap nelayan.
Selain itu, Amin menyebutkan pada jarak 8 mil, resiko lain yang memungkinkan terjadi yaitu proses kembang biak lamun (sejenis rumput laut di dasar laut) dan karang akan dipengaruhi oleh pengerukan pasir dari aktivitas tambang di tengah laut.
"Jarak 8 mil adalah daerah tangkap nelayan, karena adanya tambang pasir tentu pendapatan nelayan menurun, yang paling penting kajian terhadap lingkungan hidup dikaji secara saksama apakah tidak berisiko signifikan kepada nelayan," jelasnya.
Selain itu, pihak Walhi Sulsel juga menyarankan agar Pemprov Sulsel melakukan konsultasi publik sesuai prinsip pembangunan. Melibatkan partisipasi masyarakat yang tepat dengan semua pihak.
"Minta dan mendengarkan pendapat nelayan terhadap rencana penambangan. Jika ini dipenuhi, maka ke depannya masalah tidak akan muncul," katanya.
Pernyataan pihak Walhi ini menyusul ungkapan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah bahwa jarak penambangan pasir berdasarkan peraturan daerah ialah di atas 8 mil. Jarak ini dipastikan sangat jauh bahkan tidak bisa terlihat dari bibir pantai.
"Jika ada warga yang melihat penambangan di sini, segera diusir. Kalau ada yang membandel, kita akan panggil dan telusuri, kaji apakah itu penyebabnya. Apalagi kita juga sudah membatasi investor," kata Nurdin saat mengunjungi wilayah terdampak abrasi di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Sebelumnya, masyarakat terdampak abrasi telah menduga abrasi yang terjadi diakibatkan karena hadirnya tambang pengerukan pasir sejak 2017 yang kemudian berdampak semakin naiknya air laut ke bibir pantai Galesong, memecah tembok pemukiman warga setempat.