DPRD Sulsel tindaklanjuti tuntutan perlindungan bagi pelaut
Makassar (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melalui Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat kembali menindaklanjuti tuntutan pengurus DPD Serikat Pekerja Pergerakan Pelaut Indonesia Sulsel terkait dengan Perlindungan hak-hak dan kesejahteraan bagi pelaut.
"Ini menindaklanjuti pertemuan dengan serikat pelaut menyampaikan beberapa tuntutan ke dewan utamanya persoalan pelindungan jiwa dan hak-hak pelaut yang diduga dilanggar pemilik kapal," ungkap Ketua Komisi E, Ince Langke usai rapat kerja bersama Dinas Ketenagakerjaan Sulsel, di kantor DPRD setempat, Selasa.
Ia mengatakan pada prinsipnya aturan perundangan-undangan yang disampaikan perwakilan serikat pelaut ada benarnya, sehingga hal ini menjadi pembahasan antara Komisi E dengan Pemerintah Daerah melalui Disnaker.
"Kami berkesimpulan untuk menugaskan dan meminta Disnaker untuk menyelesaikan persoalan dan mengkoordinasikan ke beberapa pihak stakeholder yang terkait guna menyelesaikan persoalan ini," sebut politisi Golkar itu.
Menurut dia, pemerintah harus melindungi dan melayani kepentingan masyarakat termasuk para pelaut. Karena dari keterangan diperoleh mereka mengakui sebagai korban sepihak. Padahal selama ini diketahui para pelaut hidupnya sejahtera, tapi ternyata memerlukan perhatian.
Persoalan yang disampaikan soal perlindungan asuransi diri dan kecelakaan, gaji yang tidak merata. Seharusnya pihak pemilik kapal memberikan perlindungan kepada pelautnya.
"Asuransi kecelakaan mesti ditanggung, dan harus ada yang menangani itu. Tapi rata-rata mereka katanya tidak memiliki. Ini kan lucu, kesepakatannya harus ada perlindungan asuransi baru bisa terbit izin dari Syabandar, tapi informasi lain diterima meski belum ada asuransi, izin bisa terbit dari Syabandar, inilah yang mau ditanyakan," papar dia.
Pihaknya memberikan waktu tenggang hingga satu bulan kedepan kepada Disnaker untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Bila tidak bisa diselesaikan Komisi E segera memanggil pihak terkait untuk dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnaker Sulsel Akhryanto, pada kesempatan itu menyampaikan, terkait dengan perjanjian laut, masih dibawah pengawasan Hubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan. Sehingga terkait dengan aturannya masing mengacu pada hukum perdata.
Bila hal itu mengacu pada perjanjian kerja, maka kewenangan masih di kendalikan syabandar pelabuhan begitupu terkait dengan perjanjian kerja lainnya.
"Dengan diratifikasinya konvensi Aero 2006 dengan Undang-undang nomor 15 tahun 2016, maka pemerintah Indonesia akan membuat pedoman terkait syarat kerja dan kondisi kerja dan seterusnya," beber dia.
Berkaitan dengan aturan bagi perlindungan ketenagakerjaa pelaut, kata dia, sekarang sudah masuk tahapan di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan telah sampai di Kementerian Hukum dan HAM untuk dibahas, sebab saat ini kewenangan antara Kementerian Perhubungan Laut dengan Kementerian Ketenagakerjaan pembagiannya belum jelas.
Sedangkan hasil rapat kerja tadi, Komisi E menyerahkan kasus ini untuk ditangani. Mengenai status organisasi pelaut tersebut, papar dia, sudah terdaftar di Kota Makassar, namun ditingkat provinsi belum dan hanya diterima surat pemberitahuan.
"Dalam.waktu dekat kita undang ke kantor untuk menanyakan lebih detail serta tuntutan dari mereka. Sebab selama ini belum ada mengadu baik itu PHK, kecelakaan, termasuk kejelasan status hubungan ketenagakerjaan seperti apa," tambahnya.
"Ini menindaklanjuti pertemuan dengan serikat pelaut menyampaikan beberapa tuntutan ke dewan utamanya persoalan pelindungan jiwa dan hak-hak pelaut yang diduga dilanggar pemilik kapal," ungkap Ketua Komisi E, Ince Langke usai rapat kerja bersama Dinas Ketenagakerjaan Sulsel, di kantor DPRD setempat, Selasa.
Ia mengatakan pada prinsipnya aturan perundangan-undangan yang disampaikan perwakilan serikat pelaut ada benarnya, sehingga hal ini menjadi pembahasan antara Komisi E dengan Pemerintah Daerah melalui Disnaker.
"Kami berkesimpulan untuk menugaskan dan meminta Disnaker untuk menyelesaikan persoalan dan mengkoordinasikan ke beberapa pihak stakeholder yang terkait guna menyelesaikan persoalan ini," sebut politisi Golkar itu.
Menurut dia, pemerintah harus melindungi dan melayani kepentingan masyarakat termasuk para pelaut. Karena dari keterangan diperoleh mereka mengakui sebagai korban sepihak. Padahal selama ini diketahui para pelaut hidupnya sejahtera, tapi ternyata memerlukan perhatian.
Persoalan yang disampaikan soal perlindungan asuransi diri dan kecelakaan, gaji yang tidak merata. Seharusnya pihak pemilik kapal memberikan perlindungan kepada pelautnya.
"Asuransi kecelakaan mesti ditanggung, dan harus ada yang menangani itu. Tapi rata-rata mereka katanya tidak memiliki. Ini kan lucu, kesepakatannya harus ada perlindungan asuransi baru bisa terbit izin dari Syabandar, tapi informasi lain diterima meski belum ada asuransi, izin bisa terbit dari Syabandar, inilah yang mau ditanyakan," papar dia.
Pihaknya memberikan waktu tenggang hingga satu bulan kedepan kepada Disnaker untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Bila tidak bisa diselesaikan Komisi E segera memanggil pihak terkait untuk dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnaker Sulsel Akhryanto, pada kesempatan itu menyampaikan, terkait dengan perjanjian laut, masih dibawah pengawasan Hubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan. Sehingga terkait dengan aturannya masing mengacu pada hukum perdata.
Bila hal itu mengacu pada perjanjian kerja, maka kewenangan masih di kendalikan syabandar pelabuhan begitupu terkait dengan perjanjian kerja lainnya.
"Dengan diratifikasinya konvensi Aero 2006 dengan Undang-undang nomor 15 tahun 2016, maka pemerintah Indonesia akan membuat pedoman terkait syarat kerja dan kondisi kerja dan seterusnya," beber dia.
Berkaitan dengan aturan bagi perlindungan ketenagakerjaa pelaut, kata dia, sekarang sudah masuk tahapan di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan telah sampai di Kementerian Hukum dan HAM untuk dibahas, sebab saat ini kewenangan antara Kementerian Perhubungan Laut dengan Kementerian Ketenagakerjaan pembagiannya belum jelas.
Sedangkan hasil rapat kerja tadi, Komisi E menyerahkan kasus ini untuk ditangani. Mengenai status organisasi pelaut tersebut, papar dia, sudah terdaftar di Kota Makassar, namun ditingkat provinsi belum dan hanya diterima surat pemberitahuan.
"Dalam.waktu dekat kita undang ke kantor untuk menanyakan lebih detail serta tuntutan dari mereka. Sebab selama ini belum ada mengadu baik itu PHK, kecelakaan, termasuk kejelasan status hubungan ketenagakerjaan seperti apa," tambahnya.