PKK Sulsel gandeng Unicef bentuk komunikasi wali Anak Berkebutuhan Khusus
Orang tua merasa anak mereka terabaikan dan belum diperhatikan. Forum untuk orangtua
Makassar (ANTARA) - Ketua Tim Penggerak PKK Sulawesi Selatan (Sulsel) Lies F Nurdin menginisiasi pembentukan forum komunikasi untuk mendukung dan memfasilitasi para orang tua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan menggandeng Unicef.
"Orang tua merasa anak mereka terabaikan dan belum diperhatikan. Forum untuk orangtua yang anak-anaknya berkebutuhan khusus, juga sebagai langkah awal untuk menyelesaikan kompleksnya persoalan dalam menangani anak berkebutuhan khusus di Sulsel," kata Lies F Nurdin usai audiensi bersama Unicef, Forum Komunikasi Orang Tua Anak Spesial Indonesia (Forkasi) Chapter Kota Makassar dan Dinas Pendidikan Sulsel di Makassar, Kamis.
Lies menyebutkan, forum ini nantinya akan melibatkan pihak yang berkompeten untuk membantu para orangtua mempersiapkan tumbuh kembang buah hati berkebutuhan khusus mereka. Selain itu juga menyediakan fasilitas pelatihan bagi guru pendamping secara terus menerus.
"Forum ini akan dibentuk, jadi harus ada beberapa ahli yang masuk. Mulai dari psikolog, pemerintah melalui dinas terkait, para orangtua anak, serta pihak lain yang nantinya dapat membantu perkembangan anak-anak ABK," kata Lies.
Istri Gubernur Sulsel itu menjelaskan, saat ini persoalan utama yang harus diselesaikan terkait data ril jumlah anak berkebutuhan khusus di Sulsel.
Untuk itu, ia akan memanfaatkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) PKK yang berada di tiap kabupaten kota untuk melakukan pendataan terkait jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada di Sulsel.
"Ada anak-anak yang justru oleh keluarga sendiri malah disembunyikan, SIM PKK melalui dasawisma PKK yang masing-masing bertanggungjawab kepada 50 Kepala Keluarga bisa melakukan pendataan mengenai anak berkebutuhan khusus yang belum terdata," jelasnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Dr Basri menyebutkan, dari data yang dimiliki oleh dinasnya, saat ini terdapat 4.446 jumlah siswa SLB yang tersebar di berbagai tingkat pendidikan formal. Rinciannya, SDLB terdapat 2.725 siswa, SMPLB terdapat 1.091 siswa dan SMALB terdapat 690 siswa.
“Namun data ini di luar dari anak-anak yang tidak mendapat pendidikan karena banyak hal," kata Basri.
Di Sulsel saat ini terdapat 23 SLB Negeri dan 59 SLB Swasta yang tersebar di beberapa kabupaten. Jumlah tenaga pengajar 1.238 yang tersebar di seluruh sekolah SLB di Sulsel.
Unicef sebagai lembaga internasional di bawah naungan PBB yang memberikan bantuan kemanusiaan dan perkembangan kesejahteraan jangka panjang kepada anak-anak dan ibunya, telah memulai program sekolah inklusi sejak tahun 2019.
Chief Field Unicef, Henky Widjaja menyebutkan, tujuan sekolah inklusi sebagai intervensi atas sistem pendidikan, tenaga pendidik, siswa hingga masyarakat dalam memperlakukan anak berkebutuhan khusus.
"Tujuan kita membuat sekolah inklusi, yang pertama sebagai intervensi sistem pendidikan agar mampu bisa memberikan layanan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan masing-masing anak," katanya.
"Juga intervensi guru, agar guru mampu berubah, dari yang hanya terbiasa menangani anak yang dalam tanda kutip masuk dalam kategori normal ketika harus menangani anak-anak berkebutuhan khusus mereka harus sudah punya kapasitas. Selain itu, intervensi siswa untuk tidak melakukan 'bullying' bahkan kalau bisa mereka bisa membantu," kata Henky.
Henky menuturkan, interaksi anak berkebutuhan khusus bersama lingkungan sosial yang terbuka di masyarakat mampu memanusiakan dan memberi semangat dan perkembangan yang positif bagi anak berkebutuhan khusus.
"Interaksi yang terbuka, perkembangan anak ABK perubahannya sangat signifikan ketika mereka bersosialisasi, mereka diperlakukan sebagai manusia," katanya.
Terakhir, lanjut Henky, sekolah inklusi juga merupakan bentuk intervensi ke masyarakat sebab masyarakat merupakan kunci untuk bisa memperlakukan anak ABK tanpa diskriminasi dan mempersiapkan anak berkebutuhan khusus di usia produktif untuk bisa diterima di dunia kerja.
"Ini tujuan dari pendidikan inklusif yang diadakan oleh UNICEF. Hal ini sangat kompleks, untuk itu kami butuh support dari pemerintah provinsi," katanya.
"Orang tua merasa anak mereka terabaikan dan belum diperhatikan. Forum untuk orangtua yang anak-anaknya berkebutuhan khusus, juga sebagai langkah awal untuk menyelesaikan kompleksnya persoalan dalam menangani anak berkebutuhan khusus di Sulsel," kata Lies F Nurdin usai audiensi bersama Unicef, Forum Komunikasi Orang Tua Anak Spesial Indonesia (Forkasi) Chapter Kota Makassar dan Dinas Pendidikan Sulsel di Makassar, Kamis.
Lies menyebutkan, forum ini nantinya akan melibatkan pihak yang berkompeten untuk membantu para orangtua mempersiapkan tumbuh kembang buah hati berkebutuhan khusus mereka. Selain itu juga menyediakan fasilitas pelatihan bagi guru pendamping secara terus menerus.
"Forum ini akan dibentuk, jadi harus ada beberapa ahli yang masuk. Mulai dari psikolog, pemerintah melalui dinas terkait, para orangtua anak, serta pihak lain yang nantinya dapat membantu perkembangan anak-anak ABK," kata Lies.
Istri Gubernur Sulsel itu menjelaskan, saat ini persoalan utama yang harus diselesaikan terkait data ril jumlah anak berkebutuhan khusus di Sulsel.
Untuk itu, ia akan memanfaatkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) PKK yang berada di tiap kabupaten kota untuk melakukan pendataan terkait jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada di Sulsel.
"Ada anak-anak yang justru oleh keluarga sendiri malah disembunyikan, SIM PKK melalui dasawisma PKK yang masing-masing bertanggungjawab kepada 50 Kepala Keluarga bisa melakukan pendataan mengenai anak berkebutuhan khusus yang belum terdata," jelasnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Dr Basri menyebutkan, dari data yang dimiliki oleh dinasnya, saat ini terdapat 4.446 jumlah siswa SLB yang tersebar di berbagai tingkat pendidikan formal. Rinciannya, SDLB terdapat 2.725 siswa, SMPLB terdapat 1.091 siswa dan SMALB terdapat 690 siswa.
“Namun data ini di luar dari anak-anak yang tidak mendapat pendidikan karena banyak hal," kata Basri.
Di Sulsel saat ini terdapat 23 SLB Negeri dan 59 SLB Swasta yang tersebar di beberapa kabupaten. Jumlah tenaga pengajar 1.238 yang tersebar di seluruh sekolah SLB di Sulsel.
Unicef sebagai lembaga internasional di bawah naungan PBB yang memberikan bantuan kemanusiaan dan perkembangan kesejahteraan jangka panjang kepada anak-anak dan ibunya, telah memulai program sekolah inklusi sejak tahun 2019.
Chief Field Unicef, Henky Widjaja menyebutkan, tujuan sekolah inklusi sebagai intervensi atas sistem pendidikan, tenaga pendidik, siswa hingga masyarakat dalam memperlakukan anak berkebutuhan khusus.
"Tujuan kita membuat sekolah inklusi, yang pertama sebagai intervensi sistem pendidikan agar mampu bisa memberikan layanan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan masing-masing anak," katanya.
"Juga intervensi guru, agar guru mampu berubah, dari yang hanya terbiasa menangani anak yang dalam tanda kutip masuk dalam kategori normal ketika harus menangani anak-anak berkebutuhan khusus mereka harus sudah punya kapasitas. Selain itu, intervensi siswa untuk tidak melakukan 'bullying' bahkan kalau bisa mereka bisa membantu," kata Henky.
Henky menuturkan, interaksi anak berkebutuhan khusus bersama lingkungan sosial yang terbuka di masyarakat mampu memanusiakan dan memberi semangat dan perkembangan yang positif bagi anak berkebutuhan khusus.
"Interaksi yang terbuka, perkembangan anak ABK perubahannya sangat signifikan ketika mereka bersosialisasi, mereka diperlakukan sebagai manusia," katanya.
Terakhir, lanjut Henky, sekolah inklusi juga merupakan bentuk intervensi ke masyarakat sebab masyarakat merupakan kunci untuk bisa memperlakukan anak ABK tanpa diskriminasi dan mempersiapkan anak berkebutuhan khusus di usia produktif untuk bisa diterima di dunia kerja.
"Ini tujuan dari pendidikan inklusif yang diadakan oleh UNICEF. Hal ini sangat kompleks, untuk itu kami butuh support dari pemerintah provinsi," katanya.