Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia selama 6 bulan badan ini bekerja dinilai kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) tetap memandang kehadiran organ dewan pengawas di dalam KPK kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi.
"Dibentuknya Dewan Pengawas KPK tetap dipandang sebagai alat kontrol Presiden terhadap KPK," kata peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis.
Diskusi berjudul "Seminar Nasional Peluncuran Hasil Pemantauan Kinerja KPK Semester I (Desember 2019—Juni 2020)" itu menghadirkan Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti, peneliti ICW)Kurnia Ramadhana dan peneliti TII Alvin Nicola.
Setidaknya, kata dia, ada dua argumentasi untuk menolak keberadaan dewan pengawas, yakni pertama, model pengawasan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah cukup baik, mulai dari pengawasan administratif (Presiden, DPR, dan Ombudsman), keuangan (BPK), yudisial (pengadilan), masyarakat, dan internal (Deputi Pengawas Internal KPK).
"Langkah pembentuk undang-undang yang memaksakan adanya dewan pengawas menunjukkan bahwa DPR dan Presiden tidak memahami konteks memperkuat KPK," kata Alvin menegaskan.
Kedua, kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas KPK rawan untuk dipersoalkan pada masa mendatang. Hal ini menyoal Pasal 37B Ayat (1) Huruf b UU No. 19/2019 tentang revisi UU KPK yang menyebutkan bahwa salah satu tugas dari Dewan Pengawas adalah memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
"Ketentuan ini keliru sebab Dewan Pengawas KPK sendiri tidak dikenal dalam sistem peradilan pidana sehingga tidak memungkinkan memiliki otoritas untuk memberikan atau tidak memberikan izin tindakan pro justitia. Lembaga yang berwenang atas kewenangan tersebut hanya pengadilan," kata Alvin menandaskan.
Selain itu, pendapat yang dikaitkan dengan prinsip tata kelola organisasi sebagai alasan perlunya dibentuk Dewan Pengawas, menurut dia, justru menunjukkan buruknya pemahaman atas dasar pendirian Dewan Pengawas KPK.
"Dewan pengawas memang dibutuhkan dalam organisasi pada kondisi yang normal. Namun, lembaga KPK justru dibentuk karena adanya kondisi yang tidak normal, yakni tidak berjalan dengan baiknya lembaga aparat penegak hukum (APH) dalam menjalankan tugas dan fungsinya mencegah dan memberantas korupsi," tambah Alvin.
Ketidakefektifan ini dapat dilihat ketika pada tanggal 27 April 2020, Dewan Pengawas KPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada pimpinan KPK di 18 permasalahan, mayoritas ada di sektor penindakan. Akan tetapi, 33 rekomendasi tersebut tidak memiliki kekuatan yang kuat dan mengikat.
Berita Terkait
KPK akan periksa keluarga SYL terkait penyidikan dugaan TPPU
Sabtu, 20 April 2024 7:40 Wib
KPK menjebloskan eks hakim Prasetio Nugroho ke Lapas Sukamiskin
Kamis, 18 April 2024 19:39 Wib
KPK segera terbitkan surat penyidikan baru terhadap Eddy Hiariej
Sabtu, 6 April 2024 6:12 Wib
Hakim menolak gugatan praperadilan MAKI terhadap Polda terkait Firli
Jumat, 5 April 2024 14:58 Wib
KPK panggil eks Dirut Taspen Iqbal Latanro sebagai saksi
Selasa, 2 April 2024 11:49 Wib
KPK mengapresiasi putusan majelis hakim terhadap Andhi Pramono
Senin, 1 April 2024 20:15 Wib
Andhi Pramono mengajukan banding atas vonis 10 tahun penjara
Senin, 1 April 2024 15:09 Wib
KPK mengajukan kasasi atas putusan soal aset Rafael Alun Trisambodo
Kamis, 28 Maret 2024 17:51 Wib