Makassar (ANTARA) - Hasil produksi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap bukan hanya ditentukan oleh angin, tetapi juga dipengaruhi oleh pola dua musim di Indonesia yakni pergantian musim dari kemarau ke musim hujan, begitu pula sebaliknya.
Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables Indonesia, Niko Priyambada di Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa, mengatakan musim di Kabupaten Sidrap secara umum terlihat nyata dengan kategori musim angin kecil dan musim angin besar. Musim angin kecil itu terjadi pada saat musim penghujan.
"Ada peralihan antara musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, itu biasanya angin sedikit terjadi, bahkan pada peralihan dua musim tersebut terjadi masa transisi yang sering tidak ada angin," kata Niko Priyambada.
Menurutnya, meski kondisi angin tampak kencang tetapi diketahui tidak datang dari arah yang konsisten, sehingga sangat jarang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di PLTB Sidrap.
"Kondisi itu berada pada akhir bulan November hingga awal Maret," katanya.
Sedangkan kategori angin besar yang menjanjikan produksi listrik hingga kerapkali mencapai surplus terjadi di musim kemarau yakni antara akhir Mei hingga Oktober dan November.
Kepala Cabang PT Bayu Energi, Hamiruddin menambahkan ada masa-masa produksi yang menurun. Seperti pada 2018 terjadi di bulan November dan Desember. Selanjutnya di tahun 2019 berlangsung hingga April.
"Tahun 2019, terendah itu di bulan Februari, Maret serta akhir tahun yakni November dan Desember. Sedangkan tahun 2020 itu di bulan Februari hingga April. Jadi mungkin diprediksi November dan Desember juga terendah," ujarnya.
Hamiruddin mengemukakan yang terjadi di bulan Mei 2020 hingga sekarang berada pada kondisi angin besar yang diprediksi akan berlangsung hingga Oktober. Tahun 2020 ini, PLTB Sidrap tercatat telah berhasil memproduksi 116.706 GW per 11 Agustus dari total target 231 GW.
Kapasitas pembangkit tenaga angin ini bersifat fluktuatif dan pembangkitannya bergantung pada angin, sehingga pada musim kemarau mampu memproduksi 75 MW hampir setiap hari dan pada musim hujan hanya mampu berproduksi sebagian dari kapasitas tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pihak UPC Renewables, produksi yang dihasilkan tersebut tidak jauh berbeda dari hasil penelitian terhadap pola angin musiman, sehingga hasil produksi PLTB Sidrap di dua tahun terakhir dijadikan sebagai referensi untuk 28 tahun mendatang sesuai kontrak operasi selama 30 tahun.
Pada masa-masa produksi menurun, pihak PT Sidrap Bayu Energi mengadakan perawatan yakni pemeliharaan turbin berdasarkan periodik, perawatan prediktif dan perawatan korektif, ini dilakukan pada bulan dengan rendah angin, diprediksi November hingga Januari.
"Jadi pemeliharaan tiga bulanan itu untuk fase pertama, mulai Januari, pemeliharaan itu berupa pengencangan baut-baut dan perbaikan sistem, kadang-kadang juga beli peralatan baru. Semuanya diperiksa termasuk untuk tower," jelasnya.