Semarang (ANTARA) - Pakar hukum dari Unissula Semarang Dr. Jawade Hafidz SH, MH mempertanyakan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) terkait dengan ancaman pidana yang hanya berlaku terhadap advokat.
"Ancaman pidana bagi advokat yang berbuat curang seharusnya wacana ini diperluas terhadap penegak hukum lainnya, atau tidak hanya profesi advokat," kata dosen Fakultas Hukum Unissula itu menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Sabtu.
Ia mengemukakan hal itu terkait pasal 282 RUU KUHP yang menyebutkan bahwa advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V (Rp500 juta).
Pekerjaan secara curang dimaksud, yakni mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau memengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.
Dalam penjelasan pasal 282 itu bahwa ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan.
Tidak itu saja, dalam pasal 515 RUU KUHP, advokat juga diancam pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III (Rp50 juta) bila memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat gugatan atau permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya (Huruf a).
Selain itu, suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Berikutnya, kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Menyinggung soal pasal-pasal haatzai artikelen alias penyebaran kebencian, dia menilai RUU KUHP yang sekarang mengarah pada semangat otoritarianisme negara kepada rakyatnya. Padahal, pasal penghinaan terhadap presiden/wakil presiden sudah dianulir putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dan putusan MK Nomor 6/PUU-V/2007.
Kedua putusan MK itu telah mencabut pasal 134, 136 bis, dan pasal 137 serta pasal 154 dan 155 KUHP tentang penghinaan presiden dan pemerintah.
Ia lantas menegaskan advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 18/2003 tentang Advokat pasal 5 Ayat (1).
Berita Terkait
Kanwil Kemenkumham Sulbar sosialisasikan KUHP baru kepada narapidana
Selasa, 29 Agustus 2023 11:33 Wib
Kemenkumham menggelar penyuluhan KUHP demi penguatan kualitas hukum RI
Rabu, 2 Agustus 2023 13:30 Wib
Yasonna nilai UU KUHP beri pengakuan pada hukum tak tertulis
Senin, 24 Juli 2023 13:53 Wib
Wamenkumham: KUHP Nasional mulai diberlakukan 2 Januari 2026
Rabu, 17 Mei 2023 17:54 Wib
MK menolak uji materi KUHP terkait penyerangan martabat presiden
Selasa, 28 Februari 2023 14:22 Wib
Kemenkumham: KUHP baru tak akan bungkam demokratisasi
Selasa, 28 Februari 2023 12:44 Wib
Kemenkumham akan sosialisasikan KUHP baru secara masif
Kamis, 23 Februari 2023 15:33 Wib
AS mengkhawatirkan pasal-pasal dalam KUHP baru Indonesia
Minggu, 19 Februari 2023 13:57 Wib