JURnal Celebes dorong Pemprov Sulsel untuk bantu industri kayu
Makassar (ANTARA) - Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnal) Celebes, Sulawesi Selatan, mendorong Pemerintah Provinsi membantu sejumlah pelaku industri dan pengusaha kayu yang mengalami keterpurukan ekonomi termasuk kesulitan bahan baku di tengah pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).
"Dalam pemantauan industri, JURnal Celebes menemukan industri kayu di Sulsel anjlok. Pendapatan industri kayu merosot antara 30-70 persen di masa pandemi," ungkap Direktur JURnal Celebes, Mustam Arif, saat rilis bersama media di Makassar, Sabtu.
Bahkan di Kota Makassar sejumlah industri kayu besar sudah ada yang bangkrut, serta beberapa perusahaan berhenti sementara, dan hanya beroperasi dalam waktu tertentu. Persoalan lainnya, dari hasil pantauan terungkap pembalakan liar (illegal logging) di Sulsel meningkat hingga 70 persen dibanding masa sebelum Covid-19.
"Dari hasil riset, tercatat 25 industri kayu besar, sedang, dan kecil, yang kami pantau, tidak satu pun mendapatkan batuan insentif pemerintah bagi UMKM di masa pandemi. Industri ini kehabisan modal dan kesulitan memperoleh bahan baku," ungkap Arif.
Program pemantauan hutan dan peredaran kayu di Sulsel itu, kata dia menilai, kondisi ini akan berdampak ganda yakni ancaman kelanjutan industri kayu, serta upaya penegakan hukum dan regulasi tata kelola kehutanan berkelanjutan.
Untuk itu, JURnal. Celebes berharap pemerintah mengambil langkah strategis, bukan hanya insentif jangka pendek selama masa pandemi, juga dukungan yang membuat industri kayu bisa bertahan dan bangkit dengan ketersediaan bahan baku yang legal berkelanjutan.
"Disisi lain kami juga menemukan kejahatan pembalakan liar meningkat signifikan di masa pandemi. Jangan sampai industri kayu bangkrut, sementara hutan kita juga ikut habis," ucapnya menambahkan.
Tak hanya itu, pelaku industri kayu mengharapkan pertolongan pemerintah dengan berupa bantuan modal, akses pasar, keterampilan inovatif dan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tidak jadi beban tetapi memberi nilai tambah.
Upaya Pendampingan
Salah satu upaya dilakukan, kata Arif, pihaknya telah mengelar pertemuan sekaligus workshop menghadirkan pelaku usaha tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sulsel dan Indonesian Sawmill and Wood Working Association (ISWA) Sulsel, didukung Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melalui Program FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade.
Beberapa rekomendasi dilahirkan saat itu, Selain butuh bantuan modal dalam jangka pendek, pemerintah diminta melakukan langkah riil agar industri kayu di Sulsel bisa bertahan di masa pandemi dan bisa segara bangkit.
"Masalah utama pengusaha kayu di Sulsel anjloknya permintaan pasar, terutama pasar lokal di masa pandemi, tidak ada permintaan jika selama ini industri kayu menguntungkan pada proyek pengadaan barang dan proyek properti. Selama masa pandemi hampir semua proyek pengadaan dan properti tidak terlaksana," bebernya.
Pelaku industri kayu juga meminta pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pendampingan industri kayu serta turun ke lapangan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi industri kayu di masa pandemi ini.
"Masalah lainnya dihadapi industri kayu kita adalah serbuan produk luar Sulsel, terutama dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tidak hanya persoalan kualitas, Asmindo Sulsel pun menyatakan produk mereka juga berkualitas. Tetapi, persoalannya adalah image (citra) masyarakat terhadap produk kayu misalnya dari Jepara masih kuat," paparnya.
"Dalam pemantauan industri, JURnal Celebes menemukan industri kayu di Sulsel anjlok. Pendapatan industri kayu merosot antara 30-70 persen di masa pandemi," ungkap Direktur JURnal Celebes, Mustam Arif, saat rilis bersama media di Makassar, Sabtu.
Bahkan di Kota Makassar sejumlah industri kayu besar sudah ada yang bangkrut, serta beberapa perusahaan berhenti sementara, dan hanya beroperasi dalam waktu tertentu. Persoalan lainnya, dari hasil pantauan terungkap pembalakan liar (illegal logging) di Sulsel meningkat hingga 70 persen dibanding masa sebelum Covid-19.
"Dari hasil riset, tercatat 25 industri kayu besar, sedang, dan kecil, yang kami pantau, tidak satu pun mendapatkan batuan insentif pemerintah bagi UMKM di masa pandemi. Industri ini kehabisan modal dan kesulitan memperoleh bahan baku," ungkap Arif.
Program pemantauan hutan dan peredaran kayu di Sulsel itu, kata dia menilai, kondisi ini akan berdampak ganda yakni ancaman kelanjutan industri kayu, serta upaya penegakan hukum dan regulasi tata kelola kehutanan berkelanjutan.
Untuk itu, JURnal. Celebes berharap pemerintah mengambil langkah strategis, bukan hanya insentif jangka pendek selama masa pandemi, juga dukungan yang membuat industri kayu bisa bertahan dan bangkit dengan ketersediaan bahan baku yang legal berkelanjutan.
"Disisi lain kami juga menemukan kejahatan pembalakan liar meningkat signifikan di masa pandemi. Jangan sampai industri kayu bangkrut, sementara hutan kita juga ikut habis," ucapnya menambahkan.
Tak hanya itu, pelaku industri kayu mengharapkan pertolongan pemerintah dengan berupa bantuan modal, akses pasar, keterampilan inovatif dan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tidak jadi beban tetapi memberi nilai tambah.
Upaya Pendampingan
Salah satu upaya dilakukan, kata Arif, pihaknya telah mengelar pertemuan sekaligus workshop menghadirkan pelaku usaha tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sulsel dan Indonesian Sawmill and Wood Working Association (ISWA) Sulsel, didukung Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melalui Program FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade.
Beberapa rekomendasi dilahirkan saat itu, Selain butuh bantuan modal dalam jangka pendek, pemerintah diminta melakukan langkah riil agar industri kayu di Sulsel bisa bertahan di masa pandemi dan bisa segara bangkit.
"Masalah utama pengusaha kayu di Sulsel anjloknya permintaan pasar, terutama pasar lokal di masa pandemi, tidak ada permintaan jika selama ini industri kayu menguntungkan pada proyek pengadaan barang dan proyek properti. Selama masa pandemi hampir semua proyek pengadaan dan properti tidak terlaksana," bebernya.
Pelaku industri kayu juga meminta pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pendampingan industri kayu serta turun ke lapangan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi industri kayu di masa pandemi ini.
"Masalah lainnya dihadapi industri kayu kita adalah serbuan produk luar Sulsel, terutama dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tidak hanya persoalan kualitas, Asmindo Sulsel pun menyatakan produk mereka juga berkualitas. Tetapi, persoalannya adalah image (citra) masyarakat terhadap produk kayu misalnya dari Jepara masih kuat," paparnya.