Makassar (ANTARA News) - Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mulai melakukan sosialisasi pengawasan dan pengendalian BBM bersubsidi di Makassar, Kamis, untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang keterbatasan jumlah BBM bersubsidi.
"Pembatasan dilakukan agar subsidi tidak besar. Subsidi yang besar kalau misalkan tepat sasaran, hingga tidak melebihi kuota, dananya bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain. Perkiraan kasar, kalau 1 juta kilo liter itu subsidinya mencapai Rp2 triliun," jelas Kepala BPH Migas Tubagus Haryono.
Ia mengatakan, ada kecenderungan peningkatan konsumsi BBM yang merata di Indonesia. Diduga salah satu penyebabnya adalah terus meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dengan rata-rata kenaikan mencapai 13,4 persen atau lebih tinggi dari perkiraan awal sebesar 6 persen.
"Kita lihat sendiri di Makassar, perusahaan sangat banyak, jumlah angkutan kota seperti yang disampaikan wakil gubernur, ini juga yang dipikirkan jangan sampai kekurangan dan semua tepat sasaran. Di kota BBM mudah diperoleh karena fasilitas lengkap, sedangkan di pedalaman malah membeli BBM jauh lebih mahal dibandingkan daya beli masyarakat," jelasnya.
Sosialisasi pertama dilakukan di Sulsel karena daerah ini merupakan salah satu wilayah yang sangat penting di Indonesia dan Kota Makassar adalah kota besar yang tipikal konsumsi BBM-nya cukup tinggi.
Kegiatan sosialisasi akan dilanjutkan kerja sama pengawasan dengan pemerintah daerah seperti yang pernah dilakukan pada distribusi minyak tanah.
"Premium dan solar kita juga akan lakukan kerja sama, nanti kita buat aturan bersama agar sesuai dengan kondisi daerah sehingga kita harapkan tidak terjadi kelangkaan," tambahnya.
Contoh kerja sama yang dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pasokan dan distribusi adalah dengan mencari penyebabnya, seperti apakah ada penyelundupan atau penyalahgunaan.
"Bensin premium tidak terlalu marak. Yang marak adalah solar karena bisa dipakai industri. Bisa saja penyalahgunaannya dengan modus operandi macam-macam. Tapi di Sulsel relatif lebih tertib," jelasnya.
Peraturan Presiden Nomor 55/2005 dan Nomor 9/2006 tentang harga jual BBM sebenarnya telah memuat daftar lampiran siapa yang boleh dan tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi.
"Minyak tanah hanya untuk penerangan dan memasak, solar subsidi hanya untuk transportasi, misal untuk nelayan tradisional," ujarnya.
Sementara itu, untuk konsep klasifikasi pengaturan distribusi BBM bersubsidi sementara ini belum ditetapkan karena di dalamnya masih terdapat berbagai versi.
"Nanti pemerintah yang menetapkan yang jelas berorientasi untuk kepentingan masyarakat," katanya.
Yang harus dipahami, lanjutnya, adalah jumlah kendaraan secara nasional cukup besar. Jumlah sepeda motor di Indonesia telah mencapai 82 juta unit. Jika satu motor mengkonsumsi BBM dua liter per hari berarti 164 juta liter yang digunakan.
Berdasarkan penelitian di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, 40 persen pengguna premium adalah motor, tujuh persen angkutan umum dan 53 persen kendaraan pribadi atau masuk dalam kategori mampu. (T.KR-RY/Z003)
Berita Terkait
Perusahaan memberi ganti rugi kepada nelayan Sulbar akibat survei migas
Jumat, 1 Maret 2024 22:16 Wib
Dinas ESDM: Pemerintah libatkan PT TGS survei cadangan migas di Sulbar
Sabtu, 10 Februari 2024 10:53 Wib
Mengoptimalkan penemuan sumber gas besar Indonesia
Minggu, 4 Februari 2024 18:01 Wib
BPH Migas mendorong percepatan program BBM Satu Harga pada 2024
Minggu, 28 Januari 2024 12:18 Wib
Pemerintah Indonesia gencar dongkrak produksi migas dalam negeri
Rabu, 24 Januari 2024 13:54 Wib
Menteri ESDM memastikan ketersediaan BBM di seluruh Indonesia
Senin, 27 November 2023 1:15 Wib
Menteri ESDM memastikan masyarakat dapat BBM dengan harga standar
Sabtu, 25 November 2023 10:16 Wib
Sri Mulyani optimistis penerimaan pajak mencapai target Rp1.818 triliun
Jumat, 24 November 2023 16:48 Wib