Surabaya (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR yang membidangi BUMN, Mufti Anam, mengingatkan dua hal penting terkait pelaksanaan vaksinasi gotong-royong individu yang dijalankan BUMN farmasi melalui kelompok usaha PT Kimia Farma Tbk per Senin (12/7).
Dalam siaran persnya yang diterima di Surabaya, Minggu, dia mengatakan, hal pertama yang harus dipenuhi bagi BUMN Farmasi adalah mampu menata fokus, karena bersamaan harus menunaikan tugas percepatan produksi dan distribusi vaksin program (vaksin gratis) serta obat-obatan terapi Covid-19.
Program vaksin individu ini, kata dia, pasti peminatnya cukup banyak, dan bisa menyegarkan arus kas BUMN Farmasi karena bayar langsung di tempat.
Dengan kuota awal di delapan gerai Kimia Farma, dan asumsi biaya sesuai ketentuan maksimal, maka ada uang masuk sekitar Rp747 juta per hari. Belum lagi nanti kalau jaringan penyedia vaksin berbayar ini ditambah.
"Tentu itu cukup menggiurkan, namun saya minta jangan gara-gara vaksin individu ini, kemudian BUMN farmasi berkurang fokusnya untuk menyediakan vaksin program yang gratis dan obat-obatan terapi yang sangat dibutuhkan rakyat,” kata dia.
Hal tersebut, kata dia, penting untuk diingatkan karena jaringan PT Bio Farma (Persero) maupun PT Kimia Farma (Persero) Tbk punya tugas berat lain.
“Bio Farma produksi vaksin gratis. Kimia Farma memproduksi sebagian obat terapi dan distribusi obat terapi Covid-19 dari produsen lain, antara lain ivermectin, oseltamivir, remdesivir, favipirafir yang semuanya butuh fokus dan ketangkasan untuk segera terdistribusi dengan baik ke masyarakat dan merata," katanya, menjelaskan.
Catatan penting kedua, lanjut politisi PDI Perjuangan itu, adalah kewajiban Kimia Farma untuk menjaga standar etik tertinggi dalam program vaksinasi berbayar individu.
Mufti mengingatkan kasus alat tes antigen bekas yang dilakukan oknum Kimia Farma yang telah menghebohkan publik nasional.
"Jangan sampai ada lagi pihak Kimia Farma yang bermain-main mengambil keuntungan dalam penyediaan vaksin individu ini,” ujarnya.
Mufti juga meminta agar ada standar etik pelayanan yang tidak melukai rasa keadilan di masyarakat. Khusus untuk vaksinasi gotong royong, Mufti meminta Kimia Farma jangan sampai melakukan layanan di rumah konsumen.
“Sesuai aturan, vaksinasi gotong royong harus di faskes. Kimia Farma jangan kemudian membuat inovasi marketing dengan model seperti homecare, rakyat akan marah kalau melihat ada vaksinasi di rumah-rumah orang kaya. Ini saya ingatkan betul," ujarnya.
Seperti diketahui, vaksin individu berbayar akan mulai disediakan oleh Kimia Farma per Senin (12/7). Tahap awal, akan ada di 8 cabang Kimia Farma di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Bali. Kapasitasnya 1.700 orang per hari.
Sesuai keputusan Menteri Kesehatan, harga pembelian vaksin individu tersebut sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif vaksinasi Rp117.910 per pelayanan.
Sehingga sekali suntik, konsumen harus membayar Rp439.570. Sesuai aturan, harga tersebut sudah meliputi keuntungan perusahaan namun belum termasuk PPn.
Berita Terkait
Tokoh NU dan politikus senior Jawa Timur Cak Anam meninggal dunia
Senin, 9 Oktober 2023 11:17 Wib
Kunjungan kerja Kasad di Gowa
Selasa, 9 Mei 2023 13:22 Wib
DDI bedah buku panglima damai konflik poso
Rabu, 9 Februari 2022 19:45 Wib
Komnas HAM berharap introdusir enam agama resmi dihentikan
Jumat, 29 Oktober 2021 11:48 Wib
Anggota DPR RI minta pemerintah beri solusi kewajiban PCR perjalanan udara
Jumat, 22 Oktober 2021 15:26 Wib
Komnas HAM akan libatkan tiga ahli untuk tangani kasus TKW diKPK
Selasa, 15 Juni 2021 15:18 Wib
Komnas HAM bentuk tim pemantauan dan penyelidikan terkait kasus 75 pegawai KPK
Senin, 24 Mei 2021 17:36 Wib
Haidir Anam, dari kuli bangunan jadi prajurit TNI
Minggu, 27 Desember 2020 14:47 Wib