Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan alasan ilmiah guna melarang lalu lintas benih bening lobster (BBL) yang berukuran di bawah 5 gram seiring terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021.
Profesor Riset Badan Riset dan SDM KKP, Profesor Ketut Sugama, dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, mengatakan keputusan tersebut bukan untuk menghalangi pelaku usaha melainkan untuk menjamin kegiatan budidaya BBL berjalan lebih optimal.
Hal tersebut, lanjutnya, karena berdasarkan hasil kajian, potensi hidup BBL ukuran di bawah 5 gram di luar daerah tangkapan masih sangat rendah.
"Salah satu fase kritis dalam kegiatan pembudidayaan lobster adalah pada tahapan pemeliharaan BBL sampai dengan ukuran 5 gram, dimana pada fase tersebut tingkat kelangsungan hidupnya masih rendah di bawah 30 persen," ujar Profesor Ketut Sugama.
Ia memaparkan, beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup BBL ukuran di bawah 5 gram antara lain masih rentan terhadap perubahan lingkungan, seperti suhu, cahaya, dan salinitas. Sedangkan benih lobster yang telah mencapai ukuran 5 gram ke atas, sudah lebih tahan terhadap perubahan lingkungan.
"Jadi KKP membuat keputusan melalui pertimbangan yang matang. Kita justru ingin proses budidaya ini berjalan optimal," katanya.
Ia juga mengemukakan, pada ukuran di atas 5 gram, tingkat kelangsungan hidup benih lobster untuk kegiatan budidaya di luar daerah tangkapan, menjadi lebih tinggi.
Sementara itu, ujar dia, tujuan kementerian yang dinakhodai Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menerbitkan aturan soal lobster salah satunya untuk menjaga keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya perikanan.
Kemudian untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budidaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara, serta pengembangan pembudidayaan lobster.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17/2021 terkait pengelolaan komoditas lobster sejalan dengan prinsip berkelanjutan.
Menurut Abdul Halim, sejumlah prinsip itu antara lain berbasis kajian ilmiah, karena disadari bahwa stok lobster berada pada status kuning dan merah di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati dengan pengawasan yang ketat.
Prinsip lainnya, ujar dia, adalah berbasis pada manajemen perikanan yang baik, serta penegakan hukum yang transparan dan adil.
Untuk itu, ujar dia, hal yang perlu dilakukan adalah menerjemahkan mandat Peraturan Menteri KP No. 17/2021 tersebut sesuai dengan kekhasan sumber daya yang tersedia, keadilan dalam pemanfaatan sumber daya, dan penegakan hukum yang terbuka dan adil ke dalam program kerja di tingkat pusat dan daerah sekitar WPP.
Berita Terkait
Polri menggagalkan penyeludupan benih lobster senilai Rp87,5 miliar
Sabtu, 2 September 2023 11:34 Wib
PLN UIP Sulawesi bantu budi daya lobster kelompok nelayan
Selasa, 20 September 2022 22:04 Wib
KKP bersama Polri menggagalkan penyelundupan benih lobster senilai Rp3,9 miliar
Senin, 12 September 2022 11:56 Wib
Petugas gabungan gagalkan pengiriman benih lobster ilegal tujuan Singapura
Selasa, 17 Mei 2022 15:26 Wib
Tiga anggota Ditpolairud dibawa kabur "kapal hantu"
Minggu, 1 Mei 2022 22:09 Wib
MA: Putusan Edhy Prabowo sebelumnya kurang mempertimbangkan keadaan meringankan
Kamis, 10 Maret 2022 15:49 Wib
KPK bersiap lawan permohonan kasasi mantan Menteri KKP Edhy Prabowo
Senin, 29 November 2021 12:09 Wib
Yusril Ihza Mahendra minta Mahkamah Agung batalkan larangan ekspor benih lobster
Senin, 18 Oktober 2021 10:37 Wib