Makassar (ANTARA) - Puluhan santri Pondok Pesantren (Ponpes) Tanfizul Alquran Makassar bersama warga dan aparat TNI-Polri menggelar upacara bendera guna memperingati HUT ke-76 Kemerdekaan RI di lokasi yang pernah dijadikan tempat baiat sejumlah terduga teroris yakni di di Jalan Manuruki, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Beberapa waktu lalu, kawasan Ponpes Tanfizul itu dijadikan lokasi pembaiatan sejumlah terduga teroris yang berafiliasi dengan jaringan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang pernah dipimpin almarhum Muhammad Basri atas serangkaian aksi terorisme di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Upacara bendera yang digelar untuk memperingati HUT ke-76 Kemerdekaan RI sekaligus sebagai upaya guna menekan penyebaran paham radikalisme itu, dilangsungkan secara sederhana baik pengibaran bendera maupun penurunannya.
"Atas dasar inilah warga bersama aparat keamanan TNI-Polri melaksanakan upacara kemerdekaan ke-76 tahun. Harapannya, ideologi terkait radikalisme dapat dihilangkan dengan digantikan paham kebangsaan," kata Kapolsek Biringkanaya, Kompol Rujiyanto di lokasi upacara.
Ia menjelaskan alasan memilih pondok pesantren yang pernah dipimpin almarhum Muhammad Basri itu sebagai lokasi upacara, karena ingin memutus pemahaman radikalisme atau paham menyimpang di kalangan para santri dan warga sekitar.
"Kita ketahui bersama daerah ini pernah menjadi sentra radikalisme, serta kejadian kemarin (bom gereja Katedral). Maka dengan kerja sama TNI-Polri mengajak saudara kita di pondok pesantren ini wawasan kebangsaan. Kedepan dilakukan pendampingan khusus, silaturahmi dan pengembangan wawasan khusus anak-anak," ujarnya.
Pimpinan Pondok Pesantren Tanfizul Alquran saat ini yakni Ustas Muhlis membantah jika disebut sejak dulu kawasan ponpes itu melanggar aturan negara, apalagi aksi teror. Ia mengklaim hanya oknum tertentu saja yang memanfaatkan pondok pesantren ini sebagai tempatnya.
"Wilayah di sini tidak berbahaya. Masyarakat juga biasa-biasa saja, makanya saya mau buktikan, cuma memang ada orang (oknum) yang biasa ke sini bermasalah. Makanya itulah jangan menggeneralisasi tempat ini, saya kira aparat tahu itu," ujarnya.
Salah seorang tokoh masyarakat di wilayah itu, Alimin Laundu mengemukakan bahwa upacara bendera yang sengaja dilaksanakan di pondok pesantren sebagai momentum yang tepat guna meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan di Hari Kemerdekaan RI.
"Tentunya dengan adanya upacara ini kita berharap semua pihak harus turut membantu dari proses ke proses ini (kesadaran kebangsaan) agar persatuan itu bisa dijamin bersama-sama," tambahnya.
Sebelumnya, almarhum Ustaz Muhammad Basri ditangkap petugas Densus 88 Anti Teror atas dugaan membaiat anak didiknya menjadi teroris pada 24 April 2015.
Ia pun di vonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Yang bersangkutan juga didakwa atas aksi pelemparan bom molotov saat kampanye calon Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo pada 11 November 2012 di Monumen Irian Barat (Mandala) Jalan Jederal Sudirman, saat kegiatan jalan santai.
Hingga akhirnya, Muhammad Basri meninggal dunia karena sakit Paru-paru saat menjalani masa hukumannya di penjara Nusakambangan.
Para murid yang berhasil lolos kemudian mendirikan markas baru dengan basis jaringan Jamaah Ansarut Daulah (JAD) berafiliasi ke ISIS di perumahan Villa Mutiara di Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. Namun akhirnya di gerebek petugas pada 6 Januari 2021, dua oknum tewas ditembak petugas, dan 20 orang diamankan.
Hasil penyelidikan, beberapa orang diantaranya terlibat penyuplai dana operasional peledakan bom gereja di Jolo-Sulu, Filipina pada Agustus 2020. Rangkaian aksi teror pun dilakukan murid Ustaz Basri masing-masing L dan SYF.
Pasangan suami istri melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral pada 28 Maret 2021. Tercatat, 69 orang di tangkap karena diduga terlibat aksi tersebut.