Bawaslu Sulsel kembali tekankan aturan netralitas ASN pada pemilu
Makassar (ANTARA) - Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan Saiful Jihad kembali menekankan bagi seluruh Aparatur Negeri Sipil (ASN) untuk tidak terlibat politik praktis dan mentaati aturan netralitasnya sebagai pelayanan masyarakat terkait pemilu.
"Jika membaca aturan, kita berharap ASN akan benar-benar hadir sebagai pelayan bagi masyarakat, tanpa merasa 'disandera' oleh pemihakan kepentingan politik dari mereka yang akan berkontestasi," papar Saiful saat dikonfirmasi di Makassar, Rabu.
Hal itu menyusul dikeluarkannya aturan baru terkait netralitas ASN pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diteken Presiden Joko Widodo per tanggal 31 Agustus 2021.
Dikeluarkannya peraturan ini, kata dia, patut diapresiasi karena tentu berdampak positif bagi pelaksanaan dan pengawasan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2024, terutama pengawasan netralitas ASN.
Peraturan baru ini, akan memperkuat pengaturan tentang disiplin ASN dari PP sebelumnya nomor 53 tahun 2021. Dimana, dalam PP nomor 94 itu, diskripsinya pada pasal 5 disebutkan larangan bagi calon kepala daerah, wakil kepala daerah disamakan dukungannya dengan larangan ASN memberi dukungan Calon Presiden dan Wakil Presiden serta Calon Anggota Legislatif DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten kota.
"Dengan aturan ini, kita berharap siapapun yang akan maju tidak menjadikan oknum ASN sebagai tim pemenangan, baik secara terang-terangan maupun dalam aktifitas yang terselubung," tuturnya menegaskan.
Pria disapa akrab Ipul ini mengungkapkan, dari beberapa diskusi dengan oknum ASN yang terlibat politik praktis dan melanggar prinsip serta norma netralitasnya menyebut, dia merasa dilema, mau netral, tetapi disisi lain mereka dipaksa atas status jabatannya.
"Kita berharap, aturan yang ada ini, disamping perlu disosialisasikan bersama, perlu juga dirumuskan sanksi yang tegas (sanksi Administrasi) bagi siapa saja yang melibatkan ASN dalam kontestasi politik elektoral," uungkapnya menegaskan.
Namun secara umum, tambah dia, pihaknya menyambut baik lahirnya PP tersebut karena akan lebih mudah dalam melakukan pengawasan terkait netralitas ASN dalam setiap agenda Pemilu dan Pilkada pada 2024 nanti.
Sebelumnya, Bawaslu RI melansir tahun 2020, tercacat sebanyak 917 kasus pelanggaran netralitas ASN, terdiri dari 484 kasus dukungan kepada calon tertentu melalui media sosial, 150 kasus menghadiri sosialisasi partai politik, 103 kasus melakukan pendekatan ke Parpolnya.
Selanjutnya, 110 kasus mendukung salah satu Pasangan Calon dan 70 orang Kepala Desa mendukung salah satu pasangan calon. Atas pelanggaran tersebut, rekomendasi Bawaslu kepada Komisi ASN yang kemudian mengeluarkan rekomendasi kepada PPK sebanyak 1.562 surat rekomendasi.
"Jika membaca aturan, kita berharap ASN akan benar-benar hadir sebagai pelayan bagi masyarakat, tanpa merasa 'disandera' oleh pemihakan kepentingan politik dari mereka yang akan berkontestasi," papar Saiful saat dikonfirmasi di Makassar, Rabu.
Hal itu menyusul dikeluarkannya aturan baru terkait netralitas ASN pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diteken Presiden Joko Widodo per tanggal 31 Agustus 2021.
Dikeluarkannya peraturan ini, kata dia, patut diapresiasi karena tentu berdampak positif bagi pelaksanaan dan pengawasan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2024, terutama pengawasan netralitas ASN.
Peraturan baru ini, akan memperkuat pengaturan tentang disiplin ASN dari PP sebelumnya nomor 53 tahun 2021. Dimana, dalam PP nomor 94 itu, diskripsinya pada pasal 5 disebutkan larangan bagi calon kepala daerah, wakil kepala daerah disamakan dukungannya dengan larangan ASN memberi dukungan Calon Presiden dan Wakil Presiden serta Calon Anggota Legislatif DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten kota.
"Dengan aturan ini, kita berharap siapapun yang akan maju tidak menjadikan oknum ASN sebagai tim pemenangan, baik secara terang-terangan maupun dalam aktifitas yang terselubung," tuturnya menegaskan.
Pria disapa akrab Ipul ini mengungkapkan, dari beberapa diskusi dengan oknum ASN yang terlibat politik praktis dan melanggar prinsip serta norma netralitasnya menyebut, dia merasa dilema, mau netral, tetapi disisi lain mereka dipaksa atas status jabatannya.
"Kita berharap, aturan yang ada ini, disamping perlu disosialisasikan bersama, perlu juga dirumuskan sanksi yang tegas (sanksi Administrasi) bagi siapa saja yang melibatkan ASN dalam kontestasi politik elektoral," uungkapnya menegaskan.
Namun secara umum, tambah dia, pihaknya menyambut baik lahirnya PP tersebut karena akan lebih mudah dalam melakukan pengawasan terkait netralitas ASN dalam setiap agenda Pemilu dan Pilkada pada 2024 nanti.
Sebelumnya, Bawaslu RI melansir tahun 2020, tercacat sebanyak 917 kasus pelanggaran netralitas ASN, terdiri dari 484 kasus dukungan kepada calon tertentu melalui media sosial, 150 kasus menghadiri sosialisasi partai politik, 103 kasus melakukan pendekatan ke Parpolnya.
Selanjutnya, 110 kasus mendukung salah satu Pasangan Calon dan 70 orang Kepala Desa mendukung salah satu pasangan calon. Atas pelanggaran tersebut, rekomendasi Bawaslu kepada Komisi ASN yang kemudian mengeluarkan rekomendasi kepada PPK sebanyak 1.562 surat rekomendasi.