Jakarta (ANTARA) - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengubah ketentuan sanksi administrasi dan kuasa wajib pajak.
"Sanksi administratif berupa kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari hasil pemeriksaan diturunkan," katanya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, sanksi administratif dikenakan apabila surat pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan setelah ditegur, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih atau tidak seharusnya dikenai tarif nol persen dan kewajiban pembukuan pencatatan atau kewajiban saat pemeriksaan tidak dipenuhi.
Dengan adanya perubahan dalam UU HPP, maka pengenaan sanksi dalam SKPKB menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah
20 persen, dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak dari yang sebelumnya sebesar 50 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.
Kemudian, sanksi sebesar 100 persen dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor diubah menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung berdasarkan suku bunga acuan per bulan ditambah 20 persen, dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Neilmaldrin menyebutkan sanksi sebesar 100 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor turut berubah menjadi 75 persen dari PPh yang dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.
Selanjutnya, sanksi administratif 100 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar diturunkan menjadi 75 persen dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Sementara itu, ia menuturkan sanksi administratif setelah upaya hukum diturunkan menjadi beberapa ketentuan, yakni jika permohonan keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan, sanksi diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen, sedangkan jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, sanksi diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen.
Selain itu, pengenaan sanksi setelah UU HPP lebih setara dengan adanya sanksi sebesar 60 persen jika putus peninjauan kembali (PK) menyebabkan pajak yang masih harus dibayar bertambah.
"Secara keseluruhan penurunan sanksi ini akan meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak," ungkap Neilmaldrin.
Di sisi lain, ia menyampaikan ketentuan kuasa wajib pajak juga diubah oleh UU HPP menjadi kuasa wajib pajak dapat dilakukan oleh konsultan pajak atau pihak lain, sepanjang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sebelumnya, ketentuan mengenai kuasa wajib pajak berbunyi, setiap orang yang ditunjuk menjadi kuasa wajib pajak harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali apabila kuasa wajib pajak merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua.
Berita Terkait
Swasembada beras "harga mati" bagi pertanian Indonesia
Minggu, 3 Desember 2023 9:53 Wib
Pemerintah terbitkan aturan baru penyusutan harta berwujud
Selasa, 1 Agustus 2023 21:46 Wib
Presiden Jokowi : Bapanas segera umumkan HPP gabah terbaru usai harga GKP turun
Kamis, 9 Maret 2023 12:49 Wib
Arah baru penyuluhan pertanian di Indonesia
Minggu, 8 Januari 2023 8:57 Wib
DJP tegaskan tidak ada tarif pajak baru untuk gaji Rp5 juta perbulan
Selasa, 3 Januari 2023 12:48 Wib
Kemenkeu menerbitkan ketentuan turunan UU HPP klaster PPN
Kamis, 8 Desember 2022 11:33 Wib
DJP ingatkan program pengungkapan pajak sukarela segera berakhir
Selasa, 19 April 2022 18:38 Wib
Kemenkeu terbitkan 14 aturan turunan dari UU HPP
Rabu, 6 April 2022 10:15 Wib