Jakarta (ANTARA) - Lebih dari 40 ribu orang menandatangani petisi penolakan terhadap kewajiban tes reaksi berantai polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat untuk perjalanan udara hingga Selasa siang.
"Yang penting jangan tebang pilih. Kita di penerbangan tidak hanya masyarakat kelas atas, tapi banyak juga masyarakat menengah dan menengah ke bawah yang menggantungkan hidupnya di sektor penerbangan ini," kata pembuat petisi Dewangga Pradityo Putra di kolom komentar petisi yang dilansir dari Jakarta, Selasa.
Jika memang PCR ini terbaik, setidaknya pemerintah memberikan kebijakan dengan cara menurunkan harga PCR, baik dengan subsidi atau dengan cara lain sehingga harganya bisa lebih terjangkau masyarakat, kata pria yang berprofesi sebagai engineer pesawat itu.
Dewangga menilai tes PCR penerbangan sebagai keputusan yang keliru sebab walaupun calon penumpang pesawat sudah divaksin dua kali, tetap harus menjalani tes PCR. Kebijakan itu berpotensi menyebabkan penerbangan berkurang sehingga industri penunjang pun akan semakin kesulitan.
“Saya merasakan sekali dampak pandemi ini di pekerjaan. Penerbangan berkurang, teman saya juga ada yang dirumahkan jadinya. Padahal, sirkulasi udara di pesawat sebenarnya lebih aman karena terfiltrasi HEPA, sehingga udaranya bersirkulasi dengan baik, mencegah adanya penyebaran virus,” tulisnya di petisi.
Permintaan yang sama juga dibuat oleh Herlia Adisasmita, seorang warga yang tinggal di Provinsi Bali.
“Kami harus bagaimana lagi?. Bangkrut sudah, nganggur sudah, bahkan banyak di antara kami yang depresi, rumah tangga berantakan karena faktor ekonomi,” katanya.
Petisi tersebut dibuat secara online melalui platform Change.org. Lebih dari 40 ribu orang meminta agar pemerintah mengganti kebijakan tersebut.
Dikonfirmasi secara terpisah, Campaigner Change.org Indonesia Efraim Leonard mengatakan petisi yang ditandatangani melalui Change.org akan otomatis terkirim melalui sistem kepada pembuat kebijakan yang dituju.
"Dalam hal ini karena Dewangga sebagai salah satu pembuat petisi akan menujukan petisinya kepada Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito yang terdaftar sebagai pembuat kebijakan terverifikasi di platform kami. Maka setiap ada yang menandatangani petisi seharusnya akan beliau terima," katanya.
Efraim mengatakan sampai saat ini para pembuat petisi masih membiarkan masyarakat untuk menandatangani petisi mereka sampai ada perubahan kebijakan sesuai yang diinginkan oleh para pembuat petisi. "Platform kami membiarkan petisi tersebut terus dibuka sesuai dengan permintaan dari para pembuat petisi," katanya.
Target 50 ribu petisi sebagai yang terbanyak di platform Change.org itu sejauh ini belum memperoleh respons apapun dari para pembuat kebijakan yang dituju.
"Sehingga, para pembuat petisi (Dewangga dan Herlia) berharap dengan naiknya pemberitaan di media massa terkait dengan petisi mereka akan memberikan 'pressure' yang lebih bagi para otoritas atau pembuat kebijakan," katanya.
Berita Terkait
Kemen ESDM menyoroti pengaruh Selat Hormuz pada stabilitas harga minyak dunia
Selasa, 16 April 2024 13:49 Wib
Harga emas Antam melonjak mencapai Rp1,324 juta per gram
Jumat, 12 April 2024 10:20 Wib
Harga ayam potong dan cabai naik jelang Lebaran di Makassar
Selasa, 9 April 2024 15:10 Wib
Harga emas Antam melonjak mencapai Rp1,306 juta per gram
Selasa, 9 April 2024 9:36 Wib
Pj Bupati Jeneponto : Harga kebutuhan pokok stabil jelang Lebaran
Senin, 8 April 2024 21:15 Wib
Pj Gubernur Sulsel pastikan harga kebutuhan pokok tetap terkendali jelang Lebaran
Senin, 8 April 2024 18:11 Wib
Pj Bupati Sidrap memastikan harga sembako relatif stabil jelang Lebaran
Minggu, 7 April 2024 2:14 Wib
Harga beras mulai turun di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan
Sabtu, 6 April 2024 20:17 Wib