Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, menyebut dalil pemohon pada perkara pengujian UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 16/ 2019 tentang Perkawinan tidak berdasar.
"Dalil pemohon yang menyebut pasal 2 ayat 1 undang-undang a quo merupakan bentuk pemaksaan agama tertentu oleh negara kepada warga negara adalah dalil yang tidak berdasar," kata dia, dalam Perkara Nomor 24/PUU-XX/2022 yang disiarkan Mahkamah Konstitusi secara daring, di Jakarta, Senin.
Dalam perkara tersebut, pemohon atas nama E Ramos Petege mendalilkan pasal 2 ayat 1 UU tentang Perkawinan merupakan bentuk pemaksaan agama oleh negara kepada warga negaranya.
Seharusnya, menurut pemohon, dimaknai sebagai pilihan pasangan calon yang akan menikah beda agama untuk membuat kesepakatan berdasarkan kehendak bebas akan tunduk pada hukum agama, dan kepercayaan tertentu dalam melangsungkan perkawinan.
Atas dalil itu, DPR sebagai salah satu pihak yang dimintai keterangan MK memberikan sejumlah pandangan. Berdasarkan risalah rapat pembahasan undang-undang a quo, terdapat latar belakang perumusan pasal 2 undang-undang a quo yang sejatinya sudah dilakukan masing-masing pemeluk agama.
Dengan kata lain perkawinan yang dilakukan, dicatat dan diakui pejabat pemerintah. "Oleh karena itu, DPR berpandangan dalil pemohon pasal 2 ayat 1 yang menyebut adanya pemaksaan agama tertentu oleh negara kepada warga negara sama sekali tidak berdasar," dia bilang.
Ia berkata, negara berperan dalam memberikan perlindungan untuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Hal itu merupakan perwujudan dan jaminan kelangsungan hidup manusia. "Perkawinan tidak dapat dilihat dari aspek formal semata tetapi juga dari aspek spiritual dan sosial," ujarnya.
Agama menempatkan dari sisi keabsahan sebuah perkawinan sedangkan undang-undang yang dibentuk mengatur dari sisi keabsahan administratif perkawinan.
Sebelumnya, Petega, seorang pemuda asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Papua, yang menggugat UU Nomor 16/2019 tentang Perkawinan ke MK usai gagal menikahi seorang perempuan beragama islam karena berbeda keyakinan.
"Setelah menjalin hubungan selama tiga tahun dan hendak melangsungkan pernikahan, namun dibatalkan karena perbedaan keyakinan," kata kuasa hukum dia, Ni Komang Tari Padmawati, pada sidang sebelumnya.
Diketahui Petege merupakan seorang pemeluk Katolik sementara, perempuan yang ingin dia nikahi beragama Islam.
Berita Terkait
Menteri Bintang : Pemkab Wajo Sulawesi Selatan contoh keberhasilan tekan perkawinan anak
Kamis, 28 Maret 2024 12:34 Wib
DP3AP2KB Sulbar mengedukasi siswa-siswi SMA cegah perkawinan usia dini
Kamis, 22 Februari 2024 12:20 Wib
Dedi Mulyadi: Duet Prabowo-Gibran di Pipres 2024 menjadi "perkawinan" dua generasi
Kamis, 12 Oktober 2023 18:34 Wib
Balitbangda Sulbar menyusun strategi pencegahan perkawinan anak
Kamis, 12 Oktober 2023 11:28 Wib
PKK Sulsel menekankan pentingnya pencegahan perkawinan anak dan stunting
Minggu, 8 Oktober 2023 1:30 Wib
Pemprov Sulsel ajak pihak terkait kolaborasi tekan angka perkawinan anak
Kamis, 10 Agustus 2023 22:09 Wib
Anggota DPR mengapresiasi MA terbitkan SEMA larangan perkawinan beda agama
Kamis, 20 Juli 2023 17:59 Wib
Mencermati fenomena dan dinamika perkawinan anak di Indonesia
Selasa, 20 Juni 2023 11:25 Wib