Indonesia berharap Inggris menindaklanjuti kerja sama hukum kedua negara
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Cahyo R. Muzhar mengatakan Pemerintah Indonesia berharap pertemuan dengan Otoritas dan KPK Inggris ditindaklanjuti dalam bentuk kerja sama bidang penegakan hukum kedua negara.
“Pemerintah Indonesia berharap pertemuan dengan Home Office dan Serious Fraud Office dapat ditindaklanjuti dengan tindakan nyata dari Pemerintah Inggris sebagai bentuk kerja sama yang baik di bidang penegakan hukum antara kedua negara,” kata Cahyo R. Muzhar dalam keterangan diterima di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan kerja sama penegakan hukum yang telah terjalin baik antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggris juga harus selalu menjadi semangat dalam menindaklanjuti permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan ekstradisi.
Cahyo R. Muzhar menyampaikan itu pada pertemuan dengan sejumlah pejabat dari Home Office selaku Otoritas Pusat Inggris dan Serious Fraud Office yang merupakan lembaga serupa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Cahyo juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia meminta Pemerintah Inggris dapat segera memberikan tanggapan atas dua surat dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Pokok dari surat tersebut kata dia menyampaikan permintaan kompensasi sebagai negara korban (victim state) sebagai dampak penerapan deffered presecution agreement (DPA) yang dilakukan oleh Pemerintah Inggris dalam kasus penyuapan yang melibatkan perusahaan pembuat mesin pesawat, Airbus.
Kasus tersebut turut menyeret sejumlah petinggi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, sehingga membuat Garuda mengalami kesulitan keuangan dan harus mendapatkan penyertaan modal negara (PMN).
“Pemerintah Inggris mendapatkan bantuan data dari Indonesia yang dijadikan sebagai bukti saat melakukan DPA. Oleh karena itu, sebagai victim state bahkan assisting state karena telah membantu penyidikan, Indonesia seharusnya berhak atas kompensasi dari Pemerintah Inggris,” katanya.
Selain membicarakan mengenai kompensasi atas penggunaan data dari Indonesia yang dijadikan bukti oleh Inggris, pertemuan tersebut juga membahas bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (MLA) dari Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Indonesia serta tindak lanjut atas permintaan ekstradisi yang diajukan oleh kedua pihak.
Mengingat belum terdapat perjanjian bilateral mengenai ekstradisi antara Indonesia dan Inggris, maka kata dia permintaan ekstradisi dilakukan dengan membentuk perjanjian adhoc dimana Pemerintah Indonesia telah mengirimkan draf perjanjian tersebut.
Pejabat dari Home Office dan Serious Fraud Office pun kata dia menyampaikan segera menyarankan Secretary of State for the Home Department untuk menjawab surat dari Menkumham Republik Indonesia dan menindaklanjuti permintaan ekstradisi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, kedua pihak sepakat untuk melakukan komunikasi intensif yang membahas mekanisme dan hal teknis lainnya.
Terkait permintaan MLA, Pemerintah Indonesia siap untuk membantu dan memfasilitasi sejumlah permintaan bukti-bukti dan keterangan saksi yang diperlukan dan secara paralel Pemerintah Inggris diharapkan membantu Indonesia untuk mendapatkan haknya sebagai victim state dalam kasus Airbus.
Cahyo menegaskan posisi Pemerintah Indonesia yang telah menunggu selama lebih dari dua tahun atas kesepakatan yang dicapai oleh Pemerintah Inggris dan Airbus melalui mekanisme DPA.
Untuk diketahui, kesepakatan melalui DPA tersebut membuat Pemerintah Inggris tidak melanjutkan proses penuntutan terhadap Airbus setelah pihak Airbus membayar sejumlah uang kompensasi kepada Pemerintah Inggris.
Menurut dia, apabila Indonesia berhasil mendapatkan kompensasi dari Inggris, maka dapat dimanfaatkan untuk membantu penyelamatan Garuda Indonesia sebagai aset negara.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia harap Inggris tindak lanjuti kerja sama hukum kedua negara
“Pemerintah Indonesia berharap pertemuan dengan Home Office dan Serious Fraud Office dapat ditindaklanjuti dengan tindakan nyata dari Pemerintah Inggris sebagai bentuk kerja sama yang baik di bidang penegakan hukum antara kedua negara,” kata Cahyo R. Muzhar dalam keterangan diterima di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan kerja sama penegakan hukum yang telah terjalin baik antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggris juga harus selalu menjadi semangat dalam menindaklanjuti permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan ekstradisi.
Cahyo R. Muzhar menyampaikan itu pada pertemuan dengan sejumlah pejabat dari Home Office selaku Otoritas Pusat Inggris dan Serious Fraud Office yang merupakan lembaga serupa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Cahyo juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia meminta Pemerintah Inggris dapat segera memberikan tanggapan atas dua surat dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Pokok dari surat tersebut kata dia menyampaikan permintaan kompensasi sebagai negara korban (victim state) sebagai dampak penerapan deffered presecution agreement (DPA) yang dilakukan oleh Pemerintah Inggris dalam kasus penyuapan yang melibatkan perusahaan pembuat mesin pesawat, Airbus.
Kasus tersebut turut menyeret sejumlah petinggi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, sehingga membuat Garuda mengalami kesulitan keuangan dan harus mendapatkan penyertaan modal negara (PMN).
“Pemerintah Inggris mendapatkan bantuan data dari Indonesia yang dijadikan sebagai bukti saat melakukan DPA. Oleh karena itu, sebagai victim state bahkan assisting state karena telah membantu penyidikan, Indonesia seharusnya berhak atas kompensasi dari Pemerintah Inggris,” katanya.
Selain membicarakan mengenai kompensasi atas penggunaan data dari Indonesia yang dijadikan bukti oleh Inggris, pertemuan tersebut juga membahas bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (MLA) dari Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Indonesia serta tindak lanjut atas permintaan ekstradisi yang diajukan oleh kedua pihak.
Mengingat belum terdapat perjanjian bilateral mengenai ekstradisi antara Indonesia dan Inggris, maka kata dia permintaan ekstradisi dilakukan dengan membentuk perjanjian adhoc dimana Pemerintah Indonesia telah mengirimkan draf perjanjian tersebut.
Pejabat dari Home Office dan Serious Fraud Office pun kata dia menyampaikan segera menyarankan Secretary of State for the Home Department untuk menjawab surat dari Menkumham Republik Indonesia dan menindaklanjuti permintaan ekstradisi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, kedua pihak sepakat untuk melakukan komunikasi intensif yang membahas mekanisme dan hal teknis lainnya.
Terkait permintaan MLA, Pemerintah Indonesia siap untuk membantu dan memfasilitasi sejumlah permintaan bukti-bukti dan keterangan saksi yang diperlukan dan secara paralel Pemerintah Inggris diharapkan membantu Indonesia untuk mendapatkan haknya sebagai victim state dalam kasus Airbus.
Cahyo menegaskan posisi Pemerintah Indonesia yang telah menunggu selama lebih dari dua tahun atas kesepakatan yang dicapai oleh Pemerintah Inggris dan Airbus melalui mekanisme DPA.
Untuk diketahui, kesepakatan melalui DPA tersebut membuat Pemerintah Inggris tidak melanjutkan proses penuntutan terhadap Airbus setelah pihak Airbus membayar sejumlah uang kompensasi kepada Pemerintah Inggris.
Menurut dia, apabila Indonesia berhasil mendapatkan kompensasi dari Inggris, maka dapat dimanfaatkan untuk membantu penyelamatan Garuda Indonesia sebagai aset negara.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia harap Inggris tindak lanjuti kerja sama hukum kedua negara