Makassar (ANTARA) - Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk tidak memberikan sedikit pun ruang toleransi dalam memberikan tuntutan maksimal kepada tiga terdakwa kasus "skincare" yakni Mira Hayati, Agus Salim dan Mustadir Dg Sila.
"Memproduksi 'Skincare' yang membahayakan kesehatan adalah kejahatan kemanusiaan. Karena itu, JPU tidak boleh memberikan ruang toleransi sedikitpun pada terdakwa," kata Direktur LAKSUS Ansar di Makassar, Kamis.
Dia mengatakan, kejahatan kemanusiaan ini tidak boleh ditoleransi, beberapa banyak wajah-wajah perempuan Sulsel terancam rusak parah, karena dengan mengkonsumsi produk-produk perawatan kulit berbahaya tersebut. "Jadi wajar jika JPU didesak memberikan tuntutan maksimal kepada para terdakwa," lanjutnya.
Apalagi diketahui, para terdakwa telah menggunakan zat berbahaya berupa merkuri yang merupakan bahan yang dilarang dalam kosmetik, karena dapat menimbulkan kerusakan serius pada kesehatan konsumen, seperti kanker kulit dan kanker payudara akibat penggunaan jangka panjang.
Produk perawatan kulit bermerkuri ini juga tidak memiliki izin edar dari BPOM, sehingga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ansar mengemukakan, kerugian yang dialami konsumen tidak hanya materiil tetapi juga imateriil, sehingga pelaku usaha harus bertanggung jawab secara hukum.
Karena itu, dengan tuntutan yang tidak maksimal dapat dianggap tidak sesuai dengan bahaya yang ditimbulkan, sehingga jaksa harus menuntut hukuman maksimal untuk memberikan efek jera dan melindungi konsumen.
Menurut dia, tuntutan maksimal bertujuan menegakkan keadilan dan perlindungan hukum bagi konsumen serta mencegah peredaran kosmetik berbahaya di masyarakat.
Pihaknya juga sebelumnya telah menyurat ke Jaksa Agung agar persidangan perkara yang menjerat tiga bos perusahaan kosmetik di Makassar ini terkawal dan terpantau khususnya dalam pemberian tuntutan oleh JPU ke depannya.
Tidak hanya BPOM RI, pihaknya juga sudah meminta kepada Jaksa Agung RI agar menurunkan tim untuk memantau persidangan, utamanya nanti dalam pemberian tuntutan oleh JPU di sini.
"Sejak awal kami tegaskan tak akan main-main dalam mengawal serta memantau persidangan kasus ini," ujar Ansar.
Sebelumnya, Humas PN Makassar Sibali, membenarkan informasi pengalihan status terdakwa Kasus skincare Merkuri Mira Hayati yakni tahanan rumah bukan tahanan kota.
"Jadi tahanan rutan dialihkan ke tahanan rumah, itu sebelum Lebaran Idul Fitri 1446 Hijriah. Karena memang pihak keluarga bersama pengacara bermohon untuk pengalihan penahannya. Dan kenapa majelis hakim menerima permohonannya? Hal itu lantaran pertimbangan kemanusiaan," ucap Sibali.
Alasan pertama Mira Hayati kan dalam kondisi fisiknya lemah dan sakit. Dan kedua dia habis melahirkan. Tentunya yang namanya anak bayi itu perlu perawatan dengan ibunya, perlu menyusui dan sebagainya, seperti itulah kondisinya, sehingga diterima proses permohonan pengalihan penahanannya dari tahanan rutan ke tahanan rumah. Pengalihan penahanan tersebut, mengikuti berbagai persyaratan.