Makassar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kondisi geografis Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu pemicu terjadinya aktivitas keuangan ilegal di lapangan.
"Sulsel tercatat sebagai salah satu daerah dengan tingkat aktivitas keuangan ilegal yang tinggi di Indonesia," kata Direktur Pengawasan Perilaku PUJK, Edukasi, Pelindungan Konsumen, dan LMSt KOMS OJK, Arif Machfoed disela kegiatan "coaching clinic" di Makassar, Senin.
Dia mengatakan, tingginya angka kerugian akibat praktik keuangan ilegal disebabkan oleh cakupan wilayah Sulawesi Selatan yang luas, serta kondisi geografis yang bervariasi, termasuk wilayah-wilayah terpencil yang belum sepenuhnya terjangkau edukasi keuangan.
“Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam perlindungan konsumen. Keterbatasan akses terhadap informasi menyebabkan masyarakat mudah menjadi sasaran kejahatan keuangan ilegal,” jelasnya.
Arif menambahkan bahwa pemahaman hukum dan literasi keuangan yang masih rendah di sejumlah daerah juga membuat banyak masyarakat terjebak dalam investasi bodong dan pinjaman ilegal.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, pihak OJK memperkuat sinergi dengan lembaga penegak hukum untuk memperluas jangkauan edukasi, termasuk meningkatkan kemampuan aparat dalam menangani kasus-kasus keuangan ilegal yang kian masif di era informasi digital.
Sementara upaya OJK melalui Satgas PASTI Daerah Sulsel telah berhasil menghentikan lima aktivitas keuangan ilegal pada 2024 dengan total kerugian masyarakat yang mencapai Rp134 miliar.
"Satgas PASTI di Sulsel juga semakin ditingkatkan kapasitasnya bersama mitra untuk menghadapi praktik keuangan ilegal yang selalu mencari modus baru," katanya.
Salah satu modus baru itu dilakukan oleh oknum Pinjaman Online (Pinjol) yang pura-pura salah transfer kepada sasaran korbannya yang faktanya tidak pernah mengajukan pinjaman.
Beberapa hari setelah pengiriman sejumlah jutaan rupiah pada korban, pihak penagih meneror korban untuk mengembalikan uang tersebut berikut bunganya yang bisa dua kali lipat dari uang yang ditransfer. Jika tidak mau membayar, korban diancam akan dipermalukan di sosial media.