Palu (ANTARA Sulsel) - Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Sudaryatna mengatakan ancaman kebakaran hutan di Sulawesi Tengah pada musim kemarau ini sangat besar sehingga perlu mendapat perhatian semua pihak.
"Kasus kebakaran hutan yang melanda beberapa daerah di Tanah Air, termasuk di Sulteng, haruslah mendapat tanggapan serius dari pemerintah dan masyarakat," katanya di Palu, Senin, menanggapi kabut asap kebakaran hutan yang menyelimuti langit Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan parigi Moutong beberapa hari terakhir ini.
Ia mengatakan kebakaran hutan bukan hanya terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, tetapi juga di Sulteng, meski hanya beberapa titik kebakaran, termasuk dalam kawasan TNLL.
Beberapa waktu lalu, katanya, terjadi kebakaran lahan dan hutan di Kawasan Taman Nasional di wilayah I (Kecamatan Gumbasa dan Kulawi) dan Wilayah III (Kecamatan Lore Selatan dan Tengah).
"Untung luasnya tidak terlalu besar karena cepat diatasi sehingga apinya tidak meluas," kata Sudaryatna.
Seperti yang terjadi di Desa Sedoa, Sangira, Watumaeta dan Besoa di Kabupaten Poso, api berhasil dipadamkan meski hanya dengan cara manual.
"Di wilayah Sangira, saya sendiri ikut memadamkan api bersama para petugas mitra Polhut dan dibantu masyarakat setempat," katanya.
Api berasal dari puntung rokok yang dibuang warga secara sembarangan dan ada juga penggembala ternak yang sengaja membakar padang rumput.
"Mereka membakar padang rumput dengan harapan nantinya akan tumbuh rumput baru untuk tempat menggemnalakn ternak. Para oknum masyarakat yang sengaja melakukan tindakan tak terpuji sudah di tindak dan dibina oleh pemerintah desa dan lembaga adat setempat," ujarnya.
Tetapi jika terbukti melakukan tindakan serupa, maka yang bersangkutan akan dihadapkan ke lembaga penegak hukum, katanya menambahkan.
Itu berlaku untuk semua pelanggaran, termasuk merusak hutan, mencuri hasil hutan dan membuka areal kebun di dalam kawasan.
Selama dua tahun terakhir ini, sedah ada beberapa warga yang tidak bisa lagi dibina, akhirnya diproses hukum dan dipenjara.
"Kalau masih bisa dibina, maka hanya diperhadapkan pada hukum adat setempat. Hal itu sudah dilakukan di beberapa desa di wilayah Kabupaten Sigi dan Poso," katanya.
Mereka ditindak secara adat dengan diharuskan membayar sejumlah uang kepada lembaga adat dan juga wajib untuk bersama-sama dengan pihak TNLL melakukan rehabilitasi lahan yang sudah dirusak atau dijadikan kebun.
"Tapi khusus mereka yang memang benar-benar tidak bisa dibina lagi oleh aparat desa dan lembaga adat, maka satu-satunya cara untuk membuat efek jerah diseret ke pengadilan," tegas Sudaryatna.
Berita Terkait
Dirlantas Polda Sulsel menjamin kelancaran lalu lintas poros Camba
Senin, 8 April 2024 1:50 Wib
Gakkum KLHK tangkap kepala desa diduga rusak hutan lindung di Bone
Kamis, 21 Maret 2024 19:08 Wib
PM-WTC masuk 21 nominasi penerima Penghargaan Kalpataru 2024 dari KLKH
Rabu, 20 Maret 2024 16:45 Wib
Korban tewas akibat kebakaran hutan di Chili bertambah menjadi 99 orang
Senin, 5 Februari 2024 15:36 Wib
51 orang tewas akibat kebakaran hutan di Chile
Senin, 5 Februari 2024 7:42 Wib
Dinas ESDM dorong peningkatan rasio elektrifikasi seluruh desa di Sulbar
Sabtu, 6 Januari 2024 7:46 Wib
Kemenko Marves memfasilitasi interkoneksi sistem informasi produk hutan
Jumat, 15 Desember 2023 8:49 Wib
Basarnas Mamuju mengevakuasi pasutri terjebak dalam hutan selama dua hari
Senin, 4 Desember 2023 19:31 Wib