Ambon (ANTARA Sulsel) - Setiap rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Yudisial (KY) terhadap para hakim yang dinilai bermasalah karena melakukan pelanggaran ringan itu tergantung sikap Mahkamah Agung (MA) untuk menindaklanjutinya atau tidak.
"Sanskinya termasuk kualifikasi ringan tetapi sebenarnya bersifat mengikat sesuai aturan Undang-Undang, karena 40 hari setelah pengusulan dari KY itu sifatnya mengikat terhadap mereka, cuma karena pelanggaran ringan biasanya berdalih masalah itu tekhnis yudisial dan KY tidak berhak," kata Kabag Penghubung Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Komisi Yudisial, Suwantara di Ambon, Selasa.
Tetapi untuk jenis pelanggaran berat yang dilakukan para hakim akan ditangani Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Menurut Suwantara, pada 2015 terdapat kasus hakim bermasalah yang diadili MKH dan biasanya sanksi untuk pelanggaran ini sampai tingkat diberhentikan untuk kasus asusila atau perselingkuhan, sedangkan jenis pelanggaran ringan biasanya ada rekomendasi KY tetapi itu bergantung MA..
"Kalau untuk MKH, biasanya MA juga tidak keberatan sebab selesai kasus asulisa juga ada kecenderungan pelanggarannya kepada penggunaan narkoba oleh para hakim, dan sanski untuk pelanggaran berat ini mulai dari diberhentikan dengan hormat atau tidak sampai paling rendah menjadi hakim non palu," ujarnya.
Tetapi kalau masalah yang abu-abu, MA selalu membela dan itu tekhnis yudisial sehingga KY tidak punya hak memberikan penilaian, dan biasanya rekomendasi yang diajulkan sampai mendekati angka 100 dari sekian ribu itu bisa 5-10 persen terbukti ada pelanggaran.
Dugaan pelanggaran hakim kebanyakan berasal dari laporan masyarakat kepada penghubung maupun ke KY dan sekarang sudah ada 12 kantor penghubung dari Medan, Pekan Baru, Pelambang, Semarang, Surabaya, Mataram, Kupang, Pontianak, Samarinda, Menado, Makassar, dan Ambon.
Harapannya tentu mendekatkan akses kepada para pencari keadilan, karena kalau ke Jakarta tidak efisien butuh biaya besar dan kalau tidak terbukti maka rugi, tetapi sekarang cukup lewat penghubung untuk diproses dan tindaklanjut ke pusat.
Beberapa tahun lalu prosesnya cukup lama mencapai 90 hari tetapi sekarang menjadi 60 hari, dan bila dibandingkan dengan berbagai negara tentunya tidak gampang.
"Penghubung KY ini untuk efisiensi dan efektifitas akses ke masyarakat lebih cepat dan penghubung perlu melakukan sosialisasi, bagaimana cara pelaporannya dan syaratnya seperti apa serta membutuhkan data otentik," katanya.
Dia menambahkan, yang namanya mafia peradilan itu bukan sekedar hakim semata, tetapi criminal justis system yang melibatkan polisi serta jaksa.
"Hakim selalu berbicara soal fakta-fakta persidangan tetapi proses penyelidikan dan penyidikan mulai dari instansi lain dan hakim tidak melakukan negosiasi awal," tandasnya.
Suwantara melakukan kunjungan tiga hari di Kota Ambon dalam rangka kegiatan pelatigan jejaring pemantau peradilan yang diselenggarakan Komisi Yudisial bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupasi yang diwakili Direktorat PJKAKI, Nang Farid Syam.
Berita Terkait
MA menetapkan Suharto sebagai Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial
Selasa, 23 April 2024 13:05 Wib
KY mengumumkan calon hakim agung dan ad hoc HAM yang lolos seleksi tahap pertama
Kamis, 29 Februari 2024 15:41 Wib
MKH memberhentikan dengan hormat hakim PN Garut karena indisipliner
Sabtu, 17 Februari 2024 18:58 Wib
Komisi Yudisial membuka pendaftaran calon hakim "ad hoc" HAM di Mahkamah Agung
Selasa, 6 Februari 2024 14:05 Wib
KY dan MA berhentikan tiga hakim melalui sidang MKH pada Januari-September 2023
Jumat, 3 November 2023 19:06 Wib
Komisi Yudisial sampaikan 11 nama calon hakim ke DPR
Sabtu, 21 Oktober 2023 1:32 Wib
Komisi Yudusial gelar seleksi wawancara calon hakim agung dan ad hoc HAM di MA
Senin, 16 Oktober 2023 13:47 Wib
KY meloloskan 15 calon hakim agung dan 5 ad hoc HAM untuk ikuti tes wawancara
Senin, 9 Oktober 2023 20:12 Wib