Makassar (ANTARA Sulsel) - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi bersama Asia Justice and Right (AJAR) kembali mempertemukan keluarga korban kekerasan di Timur Leste dalam `Reuni Stolen Children Timor Leste`.
"Mereka akan dipertemukan keluarga di kampung halamannya diikuti sebanyak 13 orang, terdiri dari sembilan orang Stolen Children dari Sulawesi Selatan, satu orang dari Sulawesi Barat, satu orang dari Jakarta, dan tiga orang dari Jawa Barat," kata tim pendamping dari Badan Pekerja KontraS Sulawesi, Nasrum, dalam siaran persnya diterima, Minggu.
Bagi mereka yang mengikuti reuni kali ini, lanjutnya, setelah keluarganya ditemukan di Timor Leste. Pertemuan akan dilaksanakan pada 15-22 November 2016 di Negara Timor Leste untuk mempertemukan keluarga mereka yang terpisah selama puluhan tahun.
Sementara para pihak yang terlibat dari kedua negara dalam kelancaran proses Reuni seperti AJAR Jakarta, KontraS Sulawesi, IKOHI dan Komnas HAM RI, Departemen Luar Negeri Indonesia, dan KBRI di Timor Leste. Kemudian dari pihak Timor Leste seperti AJAR Timor Leste, HAK, ACBIT, CVTL (Palang Merah) Timor Leste, dan PDHJ (Komnas HAM) Timor Leste.
"KontraS Sulawesi dengan Asia Justice and Right bersama korban mengharapkan ke depan ada perhatian khusus pemerintah kedua negara baik itu Indonesia maupun Timor Leste," harap dia.
Meski demikian, tidak hanya mempertemukan, tetapi menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi secara kekinian para korban (Stolen Children), baik itu mengenai kelengkapan administrasi dan kependudukan maupun hak-hak keperdataannya.
Karena hampir semuanya, kata pria disapa Accunk ini, mengalami masalah terkait administrasi induknya, karena terjadi perbedaan baik itu nama, tanggal lahir, dan nama orang tua di dokumen kependudukan mereka seperti di Ijazah, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Lahir, Kartu Keluarga serta administrasi lainnya.
Selain itu, mereka berharap pemerintah kedua negara juga memberikan kemudahan ketika para korban ingin bertemu keluarganya di Timor Leste seperti bebas visa kunjungan saat masuk di Timor Leste begitupun sebaliknya.
Sebelumnya, sejak KontraS Sulawesi melakukan pendokumentasian didukung AJAR Jakarta, untuk Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, telah ditemukan sebanyak 34 orang masuk kategori anak yang terpisah dari keluarganya antara tahun 1975-1999.
Mereka tersebar diberbagai Kabupaten dan Kota dengan beragam profesi dan aktifitas seperti petani, tenaga honorer di kantor pemerintahan, buruh bangunan, karyawan toko, dan bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta.
Diketahui, sejak pendudukan militer Indonesia dari tahun 1975 sampai tahun 1999, diperkirakan 200 ribuan orang telah meninggal dunia akibat represi, pelanggaran sistematis, dan karena kelaparan di Timor-timor kini berubah menjadi Timor Leste.
Bahkan diperkirakan 4000-an anak-anak secara paksa diambil dari keluarga mereka, ada yang dijadikan sebagai Tenaga Bantuan Operasional (TBO) oleh militer Indonesia kala itu selama pendudukan sebagaimana dituturkan dalam laporan Komisi Timor-Leste untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR).
Berita Terkait
Densus 88 Polri tangkap tersangka kedelapan kelompok JI Sulteng
Jumat, 19 April 2024 13:11 Wib
Erupsi Gunung Ruang melumpuhkan peralatan seismik
Kamis, 18 April 2024 20:37 Wib
5.931 warga binaan di Sulawesi Selatan terima remisi Lebaran 2024
Rabu, 10 April 2024 15:21 Wib
PLN UIP Sulawesi berbagi kebahagiaan dengan 1.617 mustahik selama Ramadhan 1445 H
Rabu, 10 April 2024 6:28 Wib
Pemantauan hilal 1 Syawal 1445 H di Makassar
Selasa, 9 April 2024 19:51 Wib
Pemudik melewati Trans Sulawesi di Sulbar diminta utamakan keselamatan berkendara
Selasa, 9 April 2024 17:32 Wib
ASDP : Kuota pelayaran Batulicin Kalsel tujuan Garongkong Sulsel masih tersedia
Sabtu, 6 April 2024 20:44 Wib
Harga beras mulai turun di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan
Sabtu, 6 April 2024 20:17 Wib