Makassar (Antaranews Sulsel) - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulawesi Selatan mengharapkan masyarakat agar mewaspadai isu politik membawa Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dan politik uang dilakukan oknum tertentu untuk merusak tatanan demokrasi.
"Politik dengan cara memanfatkan SARA serta politik uang menjadi musuh terbesar kita dalam perjalanan demokrasi dan proses pemilu, itu harus dilawan," tegas aktivis JPPR Sulsel, Suherman di Makassar, Kamis.
Menurut dia, jelang pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah atau pilkada serentak tahun ini, mulai nampak masih akan diwarnai dengan dua isu tersebut.
Persoalan ini masih terus mencuat apalagi digerakkan oleh kekuatan politik tertentu dalam mengarahkan pilihan masyarakat terkait calon pemimpin yang ingin dimenangkannya, kata dia.
Momen pergantian kepemimpinan, baik di daerah maupun pusat menurut dia tidak lepas dari adanya dugaan politik uang yang masih merajalela bahkan isu SARA menjadi jualannya mematikan lawan politik, melihat dari pengalaman yang terjadi di ketika Pilkada Gubernur DKI 2017.
"Perlu diperhatikan, masih adanya politik uang dalam pilkada serentak ini. Selain itu, isu SARA juga menjadi persoalan yang akan digunakan oknum tertentu dalam memenangkan syahwat politik di pilkada 2018 sampai pemilu 2019," tutur pria akrab disapa Emmang ini.
Untuk Wilayah Sulsel, Pilkada serentak akan berlangsung di 13 daerah, mulai Pemilihan Gubernur Sulsel dan Bupati/Wali Kota. Sebanyak 12 kabupaten dan kota masing-masing Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Bone, Wajo, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Kota Makassar, Palopo dan Parepare.
Putra daerah Luwu ini menilai perkembangan teknologi informasi dan berkembangnya dunia maya yang semakin mudah diakses masyarakat dapat memudahkan kelompok tertentu menyerang kandidat lain dengan isu SARA dengan tujuan menurunkan elektabilitas kandidat lain.
"Isu SARA sebagai cara berkampanye yang semakin mudah memecah masyarakat. Dengan ujaran kebencian, penyesatan dan berbagai stigma buruk yang dilekatkan pada calon tertentu dianggap cara paling mudah dalam melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap calon tersebut," ungkap dia.
Pihaknya berharap, kelompok politik atau kekuatan oknum partai politik tertentu agar tidak mengabaikan etika berpolitik. Serta meminta penyelenggara pemilu melaksanakan etika penyelenggaraan pemilu.
"Hal lain adalah rendahnya sanksi yang diberikan terhadap mereka yang melontarkan isu SARA, dan yang paling mengkhawatirkan adalah robohnya kesadaran bernegara dan menguatnya sifat intoleransi," bebernya.
Sementara Undang-undang Pemilu hanya menjatuhkan saksi satu tahun bagi pelaku politik SARA. Hal ini tentu tidak berbanding lurus dengan apa yang mereka lakukan kepada masyarakat memecah bela untuk mendapatkan suara kemenangan dengan menghalalkan segala cara.
"Aturan ini dianggap sangat lemah, sangat rendah, setahun dengan denda Rp1 juta bagi mereka yang terbukti. Kalau dibandingkan dengan sanksi dalam Undang-undang ITE. Isu SARA pada pilkada lebih berbahaya daripada politik uang. Sebab isu ini memiliki efek jangka panjang yang bisa menimbulkan gesekan pada masyarakat," jelasnya.
Berita Terkait
Desi Ratnasari memilih kantor DPRD Sulsel lakukan penelitian doktor
Rabu, 24 April 2024 0:41 Wib
Kemenkumham Sulsel sosialisasikan penghapusan jaminan fidusia
Selasa, 23 April 2024 21:17 Wib
Polda Sulsel bentuk satgas untuk urai kemacetan Poros Maros-Bone akibat pelebaran jalan
Selasa, 23 April 2024 20:38 Wib
Bawaslu Sulsel : Tiak ada aduan Pj Gubernur disebut MK bagikan bansos
Selasa, 23 April 2024 19:23 Wib
Kejati Sulsel menangkap dua orang buronan kasus perzinaan
Selasa, 23 April 2024 17:29 Wib
Danny Pomanto dipanggil DPP PDI-P untuk maju Pilkada Sulsel 2024
Selasa, 23 April 2024 17:27 Wib
60 ASN Kemenkumham Sulsel ikuti uji kompetensi
Selasa, 23 April 2024 15:46 Wib
Penjabat Gubernur Sulsel tebar 160 ribu benih ikan di Soppeng
Selasa, 23 April 2024 15:38 Wib