Organisasi pers nilai kekerasan jurnalis cederai demokrasi
Kapolda harus memberikan klarifikasi dan jika terbukti melakukan pelanggaran maka kami mendesak agar oknum yang dimaksud tersebut diproses, meskipun telah meminta maaf
Makassar (Antaranews Sulsel) - Organisasi pers di Makassar, menilai kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap jurnalis dianggap sebagai kebiasaan buruk dan mencerderai demokrasi, karena berujung damai selanjutnya meminta maaf, meski mengabaikan Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999.
"Terkait kejadian hari ini, Undang-undang pers kembali dilanggar. Seharusnya aparat bisa mengendalikan dan menahan diri karena hadir disitu mengamankan situasi," kata Ketua Pengda Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Abdullah Ratingan di Makassar, Selasa.
Menurut dia kekerasan demi kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum dan terus menerus berulang kepada pekerja pers dan telah menjadi kebiasaan buruk, tentu ini mencederai pilar demokrasi bangsa. Padahal, kerja-kerja jurnalis sudah diatur dalam Undang-undang serta kode etik.
Pemukulan yang dialami salah seorang Jurnalis inikata.com bernama Andis oleh oknum Brimob Polda Sulsel di DPRD Kota Makassar, menambah cacatan panjang sejarah kekerasan pencari berita di Sulsel. Meski telah mengenakan identitas dan mengaku wartawan tetap saja disikat aparat.
Meski sejauh ini pihaknya belum menerima laporan resmi dari korban dan media yang bersangkutan, namun PJI tetap mendesak agar kasus kekerasan tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Kapolda harus memberikan klarifikasi dan jika terbukti melakukan pelanggaran maka kami mendesak agar oknum yang dimaksud tersebut diproses, meskipun telah meminta maaf," tegas redaktur harian Rakyat Sulsel itu.
Sementara Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar Qodriansyah Agam Sofyan mengecam serta menyesalkan tindakan represif oknum Brimob tersebut dan tidak bisa dibenarkan, yang semestinya tidak terjadi.
Dalam catatan AJI Makassar, sudah berulang kali kekerasan jurnalis terjadi dengan institusi yang sama. Salah satu yang paling buruk ketika demonstrasi mahasiswa UNM 2014 lalu.
Kala itu, empat jurnalis dari berbagai media menjadi korban. Namun hingga sekarang tidak ada kejelasan penyelesaian kasusnya. Untuk itu, AJI Makassar meminta Polda Sulsel serius menangani kasus kekerasan seperti ini agar tidak berulangnya kasus serupa.
Kendati telah ada permohonan maaf melalui Komandan Satuan Brimob Polda Sulsel Kombes Pol Adeni Mohan langsung ke media inikata.com, tetapi proses hukum tetap harus jalan. Kekerasan jurnalis, kata dia, terkadang dianggap hal yang biasa dan menjadi kebiasaan, padahal itu pelanggaran.
"Kami berharap pengusutan perkara ini transparan, dan kalau terbukti melakukan kekerasan kepada jurnalis, oknum bersangkutan dihukum dengan alas Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers," ungkap Agam.
Pihaknya tetap menaruh harapan ada komitmen dari media dan jurnalis yang jadi korban untuk menyelesaikan perkara ini melalui jalur hukum. Kecaman tidak akan berbuah tindakan jika mengkompromikan kasus serupa. Karena dikemudian hari bisa berulang kembali.
AJI Makassar juga meminta semua media untuk membekali setiap jurnalisnya pemahaman menangani liputan dalam berbagai situasi. Bahkan AJI Makassar sudah menyuarakan antisipasi meningkatnya kekerasan jurnalis di musim pilkada.
Sebelumnya, Andis mendapat perlakuan kekerasan aparat satuan Brimob Polda Sulsel saat terjadi kericuhan di kantor DPRD Kota Makassar ketika massa pendukung pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) menuntut 13 legislator yang menggunakan fasilitas negara mengkampanyekan pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) diadili.
"Terkait kejadian hari ini, Undang-undang pers kembali dilanggar. Seharusnya aparat bisa mengendalikan dan menahan diri karena hadir disitu mengamankan situasi," kata Ketua Pengda Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Abdullah Ratingan di Makassar, Selasa.
Menurut dia kekerasan demi kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum dan terus menerus berulang kepada pekerja pers dan telah menjadi kebiasaan buruk, tentu ini mencederai pilar demokrasi bangsa. Padahal, kerja-kerja jurnalis sudah diatur dalam Undang-undang serta kode etik.
Pemukulan yang dialami salah seorang Jurnalis inikata.com bernama Andis oleh oknum Brimob Polda Sulsel di DPRD Kota Makassar, menambah cacatan panjang sejarah kekerasan pencari berita di Sulsel. Meski telah mengenakan identitas dan mengaku wartawan tetap saja disikat aparat.
Meski sejauh ini pihaknya belum menerima laporan resmi dari korban dan media yang bersangkutan, namun PJI tetap mendesak agar kasus kekerasan tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Kapolda harus memberikan klarifikasi dan jika terbukti melakukan pelanggaran maka kami mendesak agar oknum yang dimaksud tersebut diproses, meskipun telah meminta maaf," tegas redaktur harian Rakyat Sulsel itu.
Sementara Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar Qodriansyah Agam Sofyan mengecam serta menyesalkan tindakan represif oknum Brimob tersebut dan tidak bisa dibenarkan, yang semestinya tidak terjadi.
Dalam catatan AJI Makassar, sudah berulang kali kekerasan jurnalis terjadi dengan institusi yang sama. Salah satu yang paling buruk ketika demonstrasi mahasiswa UNM 2014 lalu.
Kala itu, empat jurnalis dari berbagai media menjadi korban. Namun hingga sekarang tidak ada kejelasan penyelesaian kasusnya. Untuk itu, AJI Makassar meminta Polda Sulsel serius menangani kasus kekerasan seperti ini agar tidak berulangnya kasus serupa.
Kendati telah ada permohonan maaf melalui Komandan Satuan Brimob Polda Sulsel Kombes Pol Adeni Mohan langsung ke media inikata.com, tetapi proses hukum tetap harus jalan. Kekerasan jurnalis, kata dia, terkadang dianggap hal yang biasa dan menjadi kebiasaan, padahal itu pelanggaran.
"Kami berharap pengusutan perkara ini transparan, dan kalau terbukti melakukan kekerasan kepada jurnalis, oknum bersangkutan dihukum dengan alas Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers," ungkap Agam.
Pihaknya tetap menaruh harapan ada komitmen dari media dan jurnalis yang jadi korban untuk menyelesaikan perkara ini melalui jalur hukum. Kecaman tidak akan berbuah tindakan jika mengkompromikan kasus serupa. Karena dikemudian hari bisa berulang kembali.
AJI Makassar juga meminta semua media untuk membekali setiap jurnalisnya pemahaman menangani liputan dalam berbagai situasi. Bahkan AJI Makassar sudah menyuarakan antisipasi meningkatnya kekerasan jurnalis di musim pilkada.
Sebelumnya, Andis mendapat perlakuan kekerasan aparat satuan Brimob Polda Sulsel saat terjadi kericuhan di kantor DPRD Kota Makassar ketika massa pendukung pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) menuntut 13 legislator yang menggunakan fasilitas negara mengkampanyekan pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) diadili.