Karlsruhe, Jerman (ANTARA News) - Pengadilan tertinggi Jerman pada Rabu menyatakan, penempatkan awak Jerman dalam penerbangan pengawasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) atas Turki selama perang Irak tidak sah. Mahkamah konstitusi pusat di kota Karlsruhe, Jerman baratdaya, menyatakan pemerintah tengah-kiri Kanselir Jerman saat itu, Gerhard Schroeder, melanggar hukum dasar negara itu dengan memasok pilot tanpa membahasnya dengan parlemen. Putusan itu menegakkan pengaduan lima tahun lawan Demokrat Bebas, yang gagal menghentikan penempatan tersebut pada Maret 2003. Persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO mengirimkan pesawat pengintai AWACS ke Turki sebagai bagian dari persetujuan untuk melindungi negara itu, anggota persekutuan tersebut, terhadap serangan Irak selama serbuan pimpinan Amerika Serikat itu. Pemerintah Schroeder setuju membolehkan pilot Jerman mengawaki sebagian dari pesawat itu tanpa menempatkan masalah tersebut dalam pembahasan di Bundestag, majelis rendah parlemen. Jerman dengan sengit menentang perang Irak itu dan menolak ikut, tetapi pengecamnya menyatakan bahwa kesertaan awak tersebut dalam penerbangan AWACS sama dengan ikut dalam sengketa itu. Mahkamah konstitusi tersebut pada Rabu menyatakan, parlemen harus punya suara dalam keputusan seperti itu, jika tampak tentara Jerman akan ditempatkan di medan tempur sebagai bagian tugas tersebut. "Penting bahwa tanggung jawab penempatan tentara tetap di tangan badan perwakilan rakyat, parlemen," kata hakim dalam putusan itu. Keputusan itu tampak tak memunyai akibat hukum bagi Schroeder atau anggota lain pemerintahnya, tapi akan memengaruhi pembuatan kebijakan tentara bagi pemerintah masa depan. Tentara Jerman saat ini memunyai amanat parlementer untuk tugas di seluruh dunia, termasuk di Afganistan, Bosnia, Kosovo dan Tanduk Afrika. Seorang wanita Jerman diculik enam bulan sebelumnya di Irak dibebaskan tengah Juli 2007, kata Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier. Tapi, putera Hannelore Marianne Krause (62 tahun) kelahiran Irak, Sinan (20 tahun), masih di tangan penculik tersebut, kata Steinmeier kepada wartawan di Berlin. Krause, yang menikah dengan dokter Irak, berada di kedutaanbesar Jerman di Bagdad sesudah 155 hari disekap penculik Irak. Sejak menculik Krause dan anaknya dari apartemen Bagdad mereka pada 6 Februari, kelompok Panah Kebajikan dua kali mengancam membunuh sandera itu jika tentara Jerman tidak ditarik dari Afganistan. Jerman, yang menentang serbuan pimpinan Amerika Serikat atas Irak pada 2003, memiliki sekitar 3.000 tentara di Afganistan sebagai bagian dari pasukan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO, yang ditempatkan di negara itu setelah sekutu pimpinan Amerika Serikat menggulingkan Taliban pada 2001 dengan tuduhan menyembunyikan pemimpin Alqaida Osama bin Ladin, yang dituduh negara adidaya itu mengotaki serangan terhadapnya. Krause dan Sinan muncul di dua video menyeru pertolongan pemerintah Jerman dan tindakan atas tuntutan penculik mereka. Steinmeier tidak merinci keterangan di sekitar pembebasan Krause, termasuk apakah tebusan dibayarkan kepada penculik tersebut. Krause sudah 40 tahun tinggal di Irak. Anak lelaki itu memiliki kewarganegaraan ganda, Jerman dan Irak. Tiga lagi warga negara Jerman, yang disandera di negara terkoyak perang itu, dibebaskan dalam dua tahun terahir. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008