Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar mengatakan penyebarluasan pornografi yang semakin mudah melalui internet telah menjadi salah satu pemicu kekerasan seksual.

"Laporan yang masuk secara daring ke Kementerian mencapai 1.500 laporan. Dalam satu tahun ke belakang, angka kekerasan seksual juga masih tinggi. Satu dari 11 anak perempuan, dan satu dari 17 anak laki-laki, mengalami kekerasan seksual," kata Nahar di Jakarta, Selasa.
Baca juga: MUI : Pornografi Lebih Bahaya dari Narkoba

Berdasarkan telaah yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan mitra, salah satu muara tindak kekerasan seksual terhadap anak adalah penyebarluasan muatan-muatan pornografi di internet.

Bahkan, melalui program internet masuk desa, pornografi juga sudah disebarluaskan hingga ke perdesaan-perdesaan.

"Karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan upaya dini untuk mencegah di tingkat yang paling bawah dengan mencanangkan delapan desa/kelurahan menjadi model desa/kelurahan bebas pornografi," tuturnya.
Baca juga: Jokowi ingatkan pelajar jauhi narkoba dan pornografi
Baca juga: Pelajar Sampit diberi pemahaman bahaya narkoba dan pornografi

Koordinator Nasional ECPAT Indonesia Ahmad Sofian mengatakan ada tiga konsep interaksi anak dengan pornografi, yaitu anak menjadi korban, anak menjadi pelaku, dan anak yang menyaksikan pornografi.

"Masalah paling besar adalah anak yang menyaksikan pornografi dan saling membagikan, bahkan kemudian membuat dan mempraktikkan muatan-muatan pornografi," katanya.

Bila di masa lalu pornografi hanya didapatkan secara luring, dengan kemudahan teknologi anak semakin mudah mendapatkan pornografi secara daring karena akses yang diberikan orang tua secara cuma-cuma tanpa ada komitmen apa pun.

"Di beberapa desa, bahkan internet bisa diakses secara gratis melalui 'wi-fi' tanpa ada kendali dan penyaringan," ujarnya.
Baca juga: Pakar: Perlu edukasi bahaya pornografi di masyarakat
 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019