Total waktu angkut lebih lama dan kurang fleksibel
Jakarta (ANTARA) - Kereta Api (KA) logistik diharapkan mampu menurunkan tingginya biaya logistik masih sekitar 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp1.820 triliun, yang menyebabkan produk Indonesia kurang kompetitif.

Ketua Umum Maska Hemanto Dwiatmoko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa menjelaskan dari jumlah itu, sektor transportasi mengambil porsi yang terbesar, yakni 60 persen dari biaya logistik.

“Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan pemanfaatan kereta api logistik dalam transportasi barang,” katanya.

Hermanto mengatakan seharusnya peran kereta api logistik bisa lebih besar dalam angkutan logistik karena sudah banyak infrastruktur perkeretaapian dibangun.

"Di jalur Pantura Jawa, jalur kereta api sudah dibangun ganda, sehingga kapasitas perjalanan kereta bisa ditambah," kata Hermanto.

Namun, menurut dia, pembangunan infrastruktur itu tidak cukup karena masih belum terhubung dengan pelabuhan dan sentra-sentra produksi.

“Kalau pun sudah terhubung, sarana bongkar muat barang untuk kereta api harus juga dilengkapi,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulmafendi mengatakan peran kereta api dalam angkutan barang masih sangat kecil, yakni hanya satu persen dari total pengangkutan.

Sebesar 90 persen pengangkutan, masih dilakukan angkutan truk, namun pertumbuhan volume barang yang diangkut tiap tahun terus meningkat.

Jika pada 2016 volume barang hanya 32,49 juta ton, tahun 2017 meningkat menjadi 40 juta ton, dan tahun 2018 naik lagi menjadi 45,2 juta ton.

"Ada banyak kelebihan yang didapat dengan pengangkutan kereta api. Misalnya kepastian waktu, kapasitas angkut yang besar, efisien, emisi gas buang yang rendah, dan keamanan,” katanya.

Namun, kata dia, pengangkutan dengan kereta barang juga mempunyai kekurangan, seperti belum adanya layanan dari pintu ke pintu  sehingga biaya penanganan lebih mahal dibanding moda truk.

"Total waktu angkut lebih lama dan kurang fleksibel," jelas Zulmafendi.

Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada, Direktorat Jenderal Perkeretapian telah membuat rencana strategis pembangunan perkeretaapian, misalnya membangun jalur ganda di Jawa dan Sumatera, reaktivasi jalur kereta, integrasi jalur kereta dengan pelabuhan, membangun jalur baru kereta yang menghubungkan sentra-sentra produksi seperti industri, pertambangan, perkebunan, pertanian dan lainnya dengan pelabuhan.

Meskipun demikian, Zulmafendi mengatakan untuk membangun itu tidak bisa mengharapkan hanya anggaran dari pemerintah secara keseluruhan.

"Anggaran yang dibutuhkan Rp35,96 triliun. Anggaran itu tidak bisa dipenuhi semuanya oleh pemerintah. Perlu ada kerja sama dengan BUMN dan sektor swasta," tegasnya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019