Cilacap (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw) BI Purwokerto mengajak para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, untuk ikut menjaga dan merawat uang rupiah agar tetap layak edar di masyarakat.

"Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan terlepas dari penggunaan uang rupiah sebagai alat transaksi. Uang rupiah merupakan salah satu simbol kedaulatan negara, karena merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia sehingga, mencintai dan bertransaksi menggunakan rupiah sama dengan bentuk mencintai kedaulatan dan kemandirian Indonesia," kata Kepala KPw BI Purwokerto Agus Chusaini di Cilacap, Rabu.

Agus mengatakan hal itu saat memberi sambutan dalam kegiatan "Sosialisasi Peningkatan Soil Level dan Sistem Pembayaran" yang digelar di Pendopo Wijayakusuma dengan peserta para pejabat di lingkungan Pemkab Cilacap.

Bahkan dalam menjaga kedaulatan negara, kata dia, sejak Maret 2015 telah ditetapkan Peraturan Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut dia, kewajiban penggunaan rupiah juga merupakan salah satu kunci untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai rupiah sehingga demi menjaga kedaulatan uang rupiah di NKRI dan menumbuhkan rasa nasionalisme, Bank Indonesia terus berupaya mengoptimalkan peredaran uang rupiah hingga daerah perbatasan atau 3T (Terluar, Terdepan, Terpencil).

"Tidak hanya itu, setiap warga atau masyarakat juga diharapkan senantiasa menjaga dan merawat uang rupiah dengan baik agar uang rupiah layak edar di masyarakat. Uang yang layak edar akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengenali keaslian uang rupiah," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat diharapkan agar senantiasa menjaga dan merawat rupiah dengan baik melalui metode "5 Jangan", yakni jangan dilipat, jangan dicoret, jangan distaples, jangan diremas, dan jangan dibasahi.

Ia mengatakan apabila ditemukan uang rupiah asli beredar di masyarakat dalam kondisi lusuh, distaples, maupun dicoret, uang rupiah tersebut tergolong dalam uang rupiah yang tidak layak edar meskipun masih berlaku sebagai alat transaksi pembayaran.

Menurut dia, masyarakat yang menerima uang rupiah asli dalam kondisi tersebut, dapat menukarkannya ke Bank Indonesia atau bank umum terdekat dan jangan digunakan kembali untuk melakukan transaksi.

"Selain menjaga dan merawat uang rupiah agar layak edar, mengenali keaslian uang rupiah juga merupakan suatu hal penting yang harus dipahami oleh masyarakat. Hal ini karena makin maraknya kejahatan pemalsuan uang rupiah yang terjadi, khususnya di Kabupaten Cilacap," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan data hingga bulan Agustus 2019, jumlah temuan uang palsu di Kabupaten Cilacap mencapai 369 lembar yang terdiri atas 175 lembar temuan dari nasabah teller dan 194 lembar dari temuan Penyelenggara Jasa Pengelolaan Uang Rupiah (PJPUR).

Menurut dia, jumlah temuan uang palsu selama tahun 2018 tercatat sebanyak 291 lembar yang terdiri atas 169 lembar temuan nasabah teller dan 122 lembar temuan PJPUR.

"Jika dibandingkan dengan tahun 2018, temuan uang palsu mulai bulan Januari Agustus 2019 terpantau lebih tinggi," katanya.

Lebih lanjut, Agus mengatakan salah satu upaya untuk meminimalisasi risiko pemalsuan uang rupiah adalah dengan menggunakan instrumen pembayaran nontunai.

Saat ini, kata dia, evolusi atau perkembangan instrumen pembayaran nontunai semakin maju yang terbukti dari data penggunaan uang elektronik di Indonesia meningkat sangat pesat.

"Pada tahun 2018, nominal transaksi uang elektronik mencapai Rp47 triliun atau meningkat 281,39 persen (yoy/year on year) dibandingkan tahun 2017. Kemudian secara volume, transaksi uang elektronik terpantau meningkat hingga 209,83 persen (yoy). Peningkatan yang cukup pesat ini tentunya juga didorong oleh semakin berkembangnya industri sistem pembayaran di Indonesia," katanya.

Bahkan kini, kata dia, kanal pembayaran berbasis shared delivery channel tidak hanya tersedia dalam bentuk anjungan tunai mandiri (ATM) maupun electronic data capture (EDC).

Menurut dia, QR Code adalah salah satu kanal pembayaran shared delively channel yang sedang marak digunakan dalam transaksi pembayaran di masyarakat seperti Gopay, LinkAja, Ovo, dan sebagainya.

"Tingginya penggunaan QR Code dalam melakukan transaksi pembayaran ini dijadikan peluang bagi industri sistem pembayaran, baik bank maupun nonbank untuk mengembangkan penyediaan alternatif pembayaran melalui QR Code. Memandang tumbuhnya industri sistem pembayaran yang menyediakan QR Code bagi para merchant makin tinggi dan juga untuk mendukung transformasi ekonomi dan digital di Indonesia yang tidak terfragmentasi, Bank Indonesia bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah menyusun Standar Nasional QR Code untuk pembayaran Indonesia, yang diberi nama QRIS Unggul," katanya.

Ia mengatakan QRIS Unggul yang diluncurkan tepat pada Hari Ulang Tahun Ke-74 kemerdekaan Republik Indonesia lalu diharapkan dapat mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, memajukan UMKM, dan pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia maju.

Sebagai upaya perbaikan dan respons atas kebutuhan peningkatan layanan transfer dana dan pembayaran, kata dia, Bank Indonesia juga telah melakukan penyempurnaan kebijakan operasional Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

"Dalam hal ini, mulai tanggal 1 September 2019 transaksi melalui kliring BI akan lebih cepat dan murah. Dana akan diterima lebih cepat melalui settlement setiap satu jam, biaya transfer dana maksimal hanya Rp3.500 per transaksi, dan kini batas nominal transaksi maksimal Rp1 miliar per transaksi," katanya.


Baca juga: BI Purwokerto perluas jangkauan layanan penukaran uang layak edar
Baca juga: BI Purwokerto siapkan uang pecahan Rp3,5 triliun

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019