Poin-poin (kesepakatan) itu sudah merespons surat Gubernur Bali
Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan dirinya sepakat dengan hasil rapat di kantor Kemenko Maritim mengenai pengembangan Pelabuhan Benoa, Denpasar, yang sebelumnya telah berdampak kerusakan hutan mangrove seluas 17 hektare.

"Poin-poin (kesepakatan) itu sudah merespons surat Gubernur Bali yang disampaikan pada 26 Agustus yang lalu. Pada intinya akibat keteledoran dalam reklamasi (Pelabuhan Benoa), sehingga mengakibatkan melubernya material dan  membuat tanaman mangrove di sana mati," kata Koster saat memberikan keterangan kepada awak media di kediamannya,  Jayasabha, Denpasar, Sabtu.

Sejumlah keputusan rapat di Kemenko Maritim yang disepakati itu di antaranya PT Pelindo III tidak akan melanjutkan perluasan penumpukan material, namun memitigasi  dampaknya dan merestorasi kondisi lingkungan di kawasan dan perairan Pelabuhan Benoa.

Keputusan berikutnya, Pelindo III bersama KSOP Benoa akan meninjau kembali dokumen Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Benoa yang berlaku saat ini dan akan mengusulkan rencana terinci dengan memperhatikan RIP yang berlaku, kondisi saat ini, dan arahan Gubernur Bali.

Pemerintah melalui Kemenko Maritim membentuk Tim Koordinasi Pemantauan yang terdiri atas para pejabat dan pakar dari kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi untuk mengumpulkan data dan informasi terkait, serta menyampaikan masukan dan rekomendasi kepada pemerintah pusat, Pemprov Bali dan Pelindo III terkait kondisi dan tindak lanjut pengembangan Pelabuhan Benoa.

"Saya akan melihat bagaimana nanti detail RIP Benoa. Saya kira sudah sangat bagus arahan dari pemerintah pusat dan sepakat untuk dijalankan ke depan," ucap Gubernur asal Buleleng itu.

Yang jelas, lanjut Koster, Pelindo III tidak lagi memperlebar reklamasinya, tetapi akan menata, karena telah menjadi kesepakatan.

Di Benoa juga dinormalisasi lahannya, mangrove yang rusak akan dicabut dan ditanami kembali dengan melibatkan tim ahli dari IPB.

Pengembangan proyek di wilayah dumping I dan dumping II Pelabuhan Benoa, kata Koster, juga hanya bisa dikembangkan fasilitas untuk mendukung fungsi utama Pelabuhan Benoa seperti penyediaan BBM  termasuk dukungan avtur bandara.

"Di luar itu, tidak ada bangunan seperti hotel, restoran, dan sisanya akan menjadi kawasan terbuka hijau," ucap Koster pada acara yang juga dihadiri Deputi Infrastruktur Kemenko Maritim Ridwan Djamaluddin dan Dirut Pelindo III Doso Agung.

Koster menandaskan bahwa terkait pembangunan di wilayah Bali harus ada sinkronisasi dan harmonisasi.

"Tidak ada maksud saya untuk menghambat dan menghentikan karena pada akhirnya untuk kepentingan masyarakat juga. Tapi harus dijalankan dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan masalah," ucapnya.

Sementara itu, Doso Agung mengatakan pihaknya sebelumnya diminta pemerintah untuk menjadikan Bali sebagai marine tourisme hub.

Namun selama ini sedikit kapal pesiar yang bisa bersandar di Pelabuhan Benoa karena kedalamannya hanya 7-8 meter, dan di saat pasang mencapai 9 meter.

"Kenapa sedikit, karena cruise banyak belum bisa masuk Bali sehingga dilakukan pengerukan. Hasil pengerukan, materialnya dilempar ke dumping I dan II," ujarnya.

Pihaknya pun berjanji akan secara aktif memenuhi butir-butir kesepakatan yang telah menjadi keputusan rapat di Kemenko Maritim.

"Pelindo ini kan BUMN, BUMN milik negara. Jadi apapun yang direncanakan harus disepakati pusat, daerah dan berlandaskan kearifan lokal," kata Doso Agung.

Baca juga: Kemenko Maritim sebut Pelindo hentikan reklamasi Pelabuhan Benoa
Baca juga: Pelindo III diminta segera hentikan reklamasi Pelabuhan Benoa
Baca juga: LSM: hentikan reklamasi Teluk Benoa di kawasan rawan bencana Bali

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019