Jakarta (ANTARA) - Fraksi PKB DPR RI memberikan catatan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (SDA), salah satunya menolak masuknya pertimbangan air sebagai faktor produksi dalam RUU tersebut.

"Fraksi PKB menolak dimasukkannya pertimbangan air sebagai faktor produksi dalam RUU SDA, itu untuk mencegah terjadinya pengelolaan sumber daya air yang lebih berpihak pada korporasi dan mengalahkan hak rakyat dalam mengakses air," kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, PKB memegang teguh komitmen untuk memprioritaskan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air yang diatur dalam RUU SDA.

Hal itu sejalan dengan butir ketiga Mabda Siyasi PKB yang menyatakan memperjuangkan tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin, yang setiap warganya mampu mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaannya diantaranya meliputi terpenuhinya hak-hak dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan.

"Sejalan dengan misi tersebut, FPKB juga menolak pendapat pemerintah untuk memasukkan pertimbangan adanya ketidakseimbangan kebutuhan dan ketersediaan air dalam pertimbangan RUU SDA," ujarnya.

Klausul tersebut menunjukkan tidak adanya upaya maksimal pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air bagi rakyat.

Baca juga: RUU SDA disetujui menjadi undang-undang, ini kata pemerintah
Baca juga: DPR gelar Rapat Paripurna 9 Selasa siang
Baca juga: Pembangunan infrastruktur ibu kota baru jangan eksploitasi SDA


Padahal, dia menilai, dengan adanya kemajuan teknologi, inovasi dan konservasi ekosistem, seharusnya pemerintah bisa menjamin upaya pemenuhan hak rakyat atas air.

Terkait tujuan pengaturan sumber daya air yang diatur dalam Pasal 3 RUU SDA, FPKB menginginkan perubahan salah satu poin untuk mempertegas adanya kepastian hukum dan akses bagi pengawasan publik terhadap pemanfaatan air dan sumber air, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

"Jadi yang dijamin itu tidak hanya partisipasi publiknya saja, melainkan keseluruhan proses pemanfaatan air dan sumber air. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terbukanya peluang yang lebih besar bagi swastanisasi pengelolaan sumber daya air," ujarnya.

Dia juga menyoroti Pasal 44 RUU SDA tentang perizinan dalam penggunaan sumber daya air, seharusnya mempertimbangkan dan memprioritaskan kepentingan rakyat setempat.

Fungsi perijinan tersebut benar-benar ditujukan untuk mengatur pengelolaan dan pendistribusian SDA yang adil dan tidak diskriminatif.

"Jangan sampai pengaturan perijinan ini justru membatasi akses masyarakat terhadap sumber air, tidak boleh lagi terjadi kasus dimana sumber air yang tadinya dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan sehari-hari secara gratis dan langsung dari sumber airnya, kemudian menjadi air mineral dalam kemasan yang justru harus dibeli oleh masyarakat sekitar," katanya.

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa menyetujui pengesahan RUU Sumber Daya Air menjadi undang-undang.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019