Pekanbaru (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan polusi udara di Kota Pekanbaru makin memburuk dan berbahaya, karena kabut asap kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Sumatera dan Kalimantan cenderung menumpuk di Ibukota Provinsi Riau itu.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo ketika dihubungi dari Pekanbaru, Senin, menyatakan asap di Riau merupakan gabungan asap karhutla dari Kalimantan dan Sumatera. Asap di Sumatera berasal dari Sumatera Selatan (Sumsel), Jambi dan Riau sendiri.

Agus menjelaskan pergerakan asap yang terbawa angin itu jelas terlihat dari pantauan ASMC (Asean Specialized Meterogical Centre).

"Tidak heran jika kondisi asap di Riau parah dan kualitas udara juga dalam kondisi bahaya," katanya.

Baca juga: Gubernur Riau tetapkan darurat pencemaran udara akibat karhutla

Baca juga: Anggota DPRD Riau minta bentuk tim razia perusahaan perkebunan

Indeks polutan di Pekanbaru pada Minggu malam (22/9) sudah tembus angka 700. Angka itu lebih tinggi dari waktu tahun 2015, yang tercatat di angka 600-an.

Hingga Senin pagi angka polutan berkisar 500 hingga 700 dan cenderung berfluktuatif. Angka tersebut jauh di atas kategori berbahaya polusi udara, yang selama ini ditetapkan standar di angka 300.

Hal ini membuat Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status darurat pencemaran udara akibat karhutla yang berlaku hingga akhir September.

"Mulai hari ini kita tetapkan keadaan darurat pencemaran udara di Provinsi Riau," kata Syamsuar di Kota Pekanbaru, Senin pagi.

Masa status darurat, lanjutnya, berlaku mulai 23 September hingga 30 September. Apabila kondisi masih belum berubah maka status akan diperpanjang berlakunya.

"Kita akan lihat perkembangan, semoga ada perubahan, hujan segera turun," kata Syamsuar yang juga menjabat Komandan Satuan Tugas Kahutla Riau itu.

Baca juga: Walhi: Karhutla Riau ancam target penurunan emisi

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019