Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Sunggul Hamonangan Sirait, terkait syarat perolehan suara dalam Pilpres.

"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon, " ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin.

Mahkamah dalam pertimbangannya menyatakan permohonan pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Mahkamah menilai rumusan yang tertuang dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu, merupakan turunan dari rumusan yang tertuang dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Pemohon pun dalam dalil permohonannya mengakui bahwa aturan tersebut sama persis dengan rumusan dalam UUD 1945 tersebut.

"Oleh karena itu, menjadi ganjil dan bertentangan dengan logika apabila norma undang-undang yang secara pasti merumuskan ketentuan sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945 dikatakan bertentangan dengan UUD 1945, sebagaimana didalilkan pemohon," ujar Palguna.

Mahkamah juga berpendapat suatu undang-undang tidak mungkin menambahkan norma sebagai turunan atau pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945 jika penambahan norma demikian menjadikan norma itu justru bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam permohonannya, pemohon menguji Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu yang menyebutkan pasangan calon terpilih adalah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Baca juga: MK tolak uji aturan "presidential threshold"

Baca juga: MK tolak gugatan ketentuan komposisi UU MD3

Baca juga: MK tolak gugatan UU Pilpres dan Pileg

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019