Saya berharap hal yang menjadi pemicu bisa dibahas melalui proses-proses politik yang ada sehingga tidak menimbulkan dampak atau sentimen yang lebih luas
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan optimistis aksi unjuk rasa mahasiswa di beberapa kota di Tanah Air termasuk di Jakarta beberapa waktu lalu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap ekonomi RI.

"Hingar bingar politik seperti ini pun bukan kali pertama terjadi di Republik ini dalam kurun waktu satu tahun terakhir," katanya dihubungi di Jakarta, Jumat.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, kata dia, Indonesia sudah selayaknya terbiasa dengan aksi-aksi unjuk rasa apalagi ada payung hukum terkait kebebasan berpendapat di tempat umum.

Baca juga: Rupiah melemah pasca rilis data pertumbuhan ekonomi AS

Menurut dia, kondisi seperti itu sudah menjadi pemandangan lumrah bagi para pengusaha dan investor.

Terkait mata uang Rupiah yang melemah, lanjut dia, masih dalam batas wajar dan tidak perlu dikhawatirkan

"Dalam hal ini, BI tidak perlu melakukan tindakan apa pun karena untuk menarik investasi, BI telah menurunkan suku bunga acuan," imbuhnya.

BI telah menurunkan BI seven days reverse repo rate sebesar 25 basis poin dari 5,50 menjadi 5,25 persen.

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu (25/9) masih melanjutkan pelemahan pascaaksi demonstrasi mahasiswa Selasa (24/9).

Saat itu, rupiah sempat melemah 21 poin atau 0,15 persen menjadi Rp14.135 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.114 per dolar AS.

Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu (25/9) menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp14.134 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.099 per dolar AS.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan situasi dan stabilitas politik Indonesia segera pulih menyusul aksi unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta.

"Saya berharap hal yang menjadi pemicu bisa dibahas melalui proses-proses politik yang ada sehingga tidak menimbulkan dampak atau sentimen yang lebih luas," katanya usai memaparkan APBN 2020 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Selasa (25/9).

Menurut dia, Indonesia memiliki momentum yang baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi meski ada ancaman resesi yang dihadapi sejumlah negara termasuk perang dagang.

Momentum tersebut, lanjut dia, di antaranya penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) dan diikuti penurunan suku bunga acuan BI.

Baca juga: Rupiah melemah jelang rilis data ekonomi AS
Baca juga: BI sebut demo mahasiswa menambah kegelisahan pasar finansial

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019