Jakarta (ANTARA) - Menggunakan rokok elektronik sebagai pengganti rokok tembakau hanyalah memindahkan masalah, bukan jalan keluar untuk menjaga kesehatan, kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Dr dr Isman Firdaus.

"Kita sama saja memindahkan dari masalah A ke masalah B, dari lubang buaya ke lubang harimau. Karena rokok elektronik sendiri sudah dilarang di beberapa negara bagian Amerika Serikat karena mengakibatkan penyakit yang cukup serius," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Senin.

Negara bagian Amerika Serikat seperti New York dan Michigan sudah melarang penjualan sebagian besar rokok elektronik beraroma. Pemerintahan Presiden Donald Trump juga mengajukan kebijakan baru yang akan membuat produsen rokok elektronik beraroma menarik produk mereka dari pasar.

Irman menjelaskan bahwa rokok elektronik mengandung bahan berbahaya yang dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah itu mengatakan bahwa rokok elektronik harus diperlakukan sama dengan rokok tembakau karena mengandung bahaya serupa.

"Produsen-produsen, penyedia rokok elektronik harus diatur oleh pemerintah karena negara bertanggung jawab terhadap penjualannya. Jadi, bila perlu diregister ke BPOM untuk dipastikan aman," katanya.

Dampak buruk rokok umumnya dikaitkan dengan penyakit paru-paru. Namun, rokok elektronik maupun konvensional juga menimbulkan bahaya pada jantung.

Penelitian Stanford University's Cardiovascular Institute misalnya, menyoroti bagaimana zat kimia dalam asap rokok elektronik bisa membahayakan jantung. Menurut penelitian , rokok elektronik dengan berbagai aroma dapat memicu disfungsi pembuluh darah yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

Baca juga:
Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya
IAKMI: Rokok elektronik sebabkan beban ganda pada remaja

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019