Hasil penelitian saya dalam upaya mencegah tumbuh dan berkembangnya radikalisme dengan studi tersebut, sekaligus membantah teori-teori yang selama ini digunakan dalam upaya deradikalisasi
Palu (ANTARA) - Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Dr Lukman S Thahir menawarkan langkah baru berdasarkan hasil penelitiannya tentang mekanisme deradikalisasi dalam rangka mencegah tumbuh kembang gerakan radikalisme di Tanah Air dalam dalam konferensi intelektual Muslim bertajuk "Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS)  2019.

"Hasil penelitian saya dalam upaya mencegah tumbuh dan berkembangnya radikalisme dengan studi tersebut, sekaligus membantah teori-teori yang selama ini digunakan dalam upaya deradikalisasi," katanya saat  dihubungi dari Palu, Jumat.

Menurut dia sebelum masuk pada bekas narapidana terorisme (napiter) perlu mengetahui proses transformasi identitas, yaitu siapa mereka para terorisme tersebut.

Berdasarkan hasil penelitiannya, sebelum di cap oleh negara sebagai teroris dan terpidana kasus itu, sekelompok orang di Poso menamakan dirinya sebagai jihadis.

Mengenai bagaimana proses pembentukan transformasi identitas dari bekas napiter Poso menjadi perjuang perdamaian, ia melihatnya ada tiga pendekatan.

Harus penanganan luar biasa untuk terorisme




Pertama, kata dia, memahami diri mereka. Jadi setiap orang termasuk pemerintah harus mampu memahami dengan utuh para bekas napiter.

"Untuk dapat memahami mereka, maka harus ada proses membaur bersama napiter dulu. Memaknai mereka, bukan perkara mudah, butuh berbagai pendekatan," katanya.

Kedua, setelah memahami diri bekas napiter, maka harus ada memaknai. Setelah paham dengan diri mereka, lalu dilakukan pemaknaan terhadap mereka.
Dalam proses ini meliputi tiga pendekatan, pertama membangun kepercayaan antara napiter dan peneliti bahkan pemerintah.

"Nah, di sini perlu saling percaya, jadi harus betul-betul melebur dengan mereka sehingga bisah terbangun solidaritas dan kebersamaan," katanya.

Baca juga: Peniliti katakan banyak radikalis Indonesia tinggalkan kekerasan


Kemudian, membangun kemandirian mereka para bekas napiter dalam lingkaran hidup mereka yang mau atau tak mau pasti akan ada saling ketergantungan.

"Ada proses determinan sejarah. Dalam lingkaran hidup bekas napiter, mereka tentu mendengar para tokoh-tokoh mereka, mendengar para orang-orang tua mereka," katanya.

Lalu, membentuk sikap dan karakter, yaitu bagaimana merespon proses transformasi idetitas dari jihadis atau napiter ke pejuang perdamaian.

Pendekatan ketiga, setelah memahami, memaknai yakni aktualisasi diri. "Di sinilah para bekas napiter bermain peran sebagai kafilah pejuang perdamaian, setelah mereka memaknai diri mereka," kata Lukman S Thahir.

IAIN Palu mengirim tiga akademisinya untuk menyampaikan hasil penelitian dalam AICIS tahun 2019 di Jakarta. Mereka adalah Dr Lukman S Thahir, Prof Rusli dan Mohammad Nur Ahsan.

Prof Rusli menyampaikan makalah tentang "Pengaruh Akuisisi Pengetahuan Hukum Islam Online terhadap Kebiasaan Produksi Fatwa oleh Ulama Generasi Milenia (Studi Kasus Ulama Junior di Majelis Ulama Indonesia di Sulawesi Tengah".

Sementara Moh Nur Ahsan menyampaikan makalah tentang "Pilih Yang Berpihak Pada Islam : Karakteristik Pesan dan Sumber Hadis di Dalam Ceramah Daring Abdul Somad".

Rektor IAIN Palu Prof Dr KH Sagaf S Pettalongi M.Pd yang juga hadir dalam kegiatan AICIS tahun 2019 di Jakarta, mengapresiasi penyelenggara kegiatan tersebut, sekaligus memberikan apresiasi kepada akademisi IAIN Palu yang tampil dalam ajang tersebut.

Baca juga: "Jihad Selfie" buka festival film Indonesia di London

Baca juga: BNPT: lapas khusus napiter agar deradikalisasi fokus

Baca juga: NII Muncul Dengan Pola Sasaran Baru

Baca juga: Menlu Belanda kunjungi yayasan milik mantan teroris Ali Fauzi
Rektor IAIN Palu Prof Dr KH Sagaf S Pettalongi, M.Pd duduk berdampingan dengan para rektor STAIN, IAIN dan UIN dalam AICIS 2019, di Jakarta. (FOTO ANTARA/Muhammad Hajiji)
 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019