kalau yang benar-benar untuk kepentingan regulasi seperti undang-undang ya itu harus diutamakan
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengimbau agar kenaikan anggaran untuk DPR dapat sejalan dengan peningkatan dan perbaikan kualitas kinerja para anggota dalam mengelola serta mewujudkan aspirasi masyarakat Indonesia.

Sebagai informasi, anggaran DPR naik sebanyak Rp833 miliar menjadi Rp5,11 triliun yang akan dimanfaatkan untuk belanja operasional maupun non-operasional. Angka tersebut lebih besar dari yang ada dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 yaitu Rp4,28 triliun.

Menurutnya, kenaikan anggaran DPR itu tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan belanja negara yang juga mengalami kenaikan sebesar Rp11,6 triliun dari Rp2.528,8 triliun di RAPBN menjadi Rp2.540,4 triliun.

Anggaran DPR itu juga dinilai cukup sesuai dengan pembiayaan operasional seperti pembuatan undang-undang dan lain-lain. “Secara umum dilihat dari anggaran belanja kita di APBN 2020 Rp2.540,4 triliun lalu, untuk DPR Rp5,11 triliun itu kecil,” ujarnya.

Heri mengatakan kenaikan anggaran yang terjadi di DPR, kementerian maupun lembaga itu wajar dan seharusnya yang dilihat bukan nilai besarannya melainkan kontribusi dari anggaran itu terhadap berbagai kepentingan negara.

Kenaikan tersebut akan membebani apabila anggaran-anggaran itu justru dihabiskan untuk berbagai hal yang bersifat tidak terlalu produktif, misalnya rapat di luar kantor, kunjungan kerja, belanja pegawai, dan sebagainya.

“Tapi kalau yang benar-benar untuk kepentingan regulasi seperti undang-undang ya itu harus diutamakan,” katanya.

Selain itu, Pengamat Ekonomi Indef Enny Sri Hartati juga menuturkan kenaikan anggaran DPR tidak masalah untuk dilakukan, sebab pendapatan negara juga naik Rp11,6 triliun dari Rp2.221,5 triliun di RAPBN menjadi Rp2.233,2 triliun.

Enny memberikan saran agar sistem penggajian DPR bisa diterapkan secara single salary system yaitu akumulasi dari berbagai penghasilan menjadi satu penghasilan saja, sehingga akan lebih efektif untuk mengontrol keuangan di DPR tersebut.

“Mungkin harus ada single salary system, jadi dalam satu bulan itu berapa sih totalnya, seperti Bank Indonesia itu kan single salary system jadi seluruh gaji terekam,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019