Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Perhubungan mengapresiasi langkah Badan Pengatur Hilir minyak dan gas bumi (BPH Migas) yang merevisi pembatasan solar bersubsidi.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin mengatakan langkah ini dinilai tepat untuk menjaga daya beli masyarakat.

Ia menuturkan pembatasan solar bersubsidi akan menambah beban biaya operasional truk, mengingat porsi beban biaya bahan bakar merupakan yang terbesar dalam beban biaya operasional truk.

“Dengan beban porsi beban biaya bahan bakar terhadap truk yang terbesar, maka pembatasan solar bersubsidi akan berdampak besar bagi usaha truk,” katanya.

Yang dikhawatirkan, lanjut dia, akan terjadinya efek bola salju dari pembatasan solar bersubsidi yang pada akhirnya berdampak terhadap masyarakat, khususnya terjadinya inflasi dan mengganggu daya beli masyarakat.

Maka segala kebijakan yang terkait bahan bakar sangat perlu diperhitungkan secara mendalam dan menyeluruh.

Baca juga: Kadin berharap DPR terpilih tuntaskan masalah pertanahan

“Tapi saat ini kami mengapresiasi langkah BPH Migas yang telah merevisi surat edarannya terkait pembatasan solar subsidi,” katanya Senin (07/10/2019).

Sebelumnya, BPH Migas merevisi Surat Edaran No. 3865.E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu 2019.

Carmelita menambahkan, hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah kepastian ketersedian solar bersubsidi di seluruh Indonesia.

Pasokan yang merata dan kontinyu dibutuhkan dengan tingkat kualitas yang terjaga baik.

Sementara itu, dibutuhkan juga kepastian harga jual solar di pasar yang menjadi kunci jaminan dari kepastian biaya logistik nasional.

Selain itu, diperlukan langkah efektif dalam pendistribusian solar bersubsidi, agar benar-benar dapat dinikmati oleh yang behak mendapatkan subsidi.

Baca juga: Kadin harap anggota DPR terpilih terbitkan UU jamin investasi

“Ketersedian solar ini juga perlu menjadi perhatian serius, agar tidak terjadi keterlambatan atau ketidakpastian waktu pengiriman barang dan logistik,” ujarnya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019