Dalam pembangunan infrastruktur, Kementerian PUPR selalu didampingi oleh Tim Pengawalan dan Pengamanan Pembangunan Pemerintah Pusat/Daerah (TP4P/D) dari Kejaksaan.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama-sama dengan Kejaksaan Agung bersinergi dalam rangka meningkatkan akuntabilitas belanja anggaran agar menghasilkan pembangunan infrastruktur berkualitas.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan peran lembaga pengawasan sangat penting dalam memberikan pendampingan intensif agar pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan Kementerian PUPR, seperti jalan dan jembatan, bendungan, irigasi, rumah susun, rumah khusus, air minum, persampahan, pos lintas batas negara berjalan sesuai aturan yang berlaku.

"Dalam pembangunan infrastruktur, Kementerian PUPR selalu didampingi oleh Tim Pengawalan dan Pengamanan Pembangunan Pemerintah Pusat/Daerah (TP4P/D) dari Kejaksaan. Kami tidak akan bisa bekerja cepat dan nyaman tanpa BPKP dan TP4P/D," kata Menteri Basuki.

Selain itu, ujar dia, pembangunan yang berkualitas juga ditentukan oleh koordinasi yang baik mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pengawasan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) agar anggaran yang dikeluarkan digunakan secara efektif dan efisien sesuai program.

Baca juga: PUPR bersama JICA atasi masalah sanitasi dan air limbah di Jakarta

Kementerian PUPR juga telah menandatangani perjanjian kerja sama antara 65 Balai Besar/Balai/Satuan Kerja Kementerian PUPR di 14 provinsi di wilayah Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan dengan 13 Kejaksaan Tinggi di Balikpapan, Kalimantan Timur, 9 Oktober 2019.

Terkait penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut, Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Widiarto menyampaikan, kehadiran TP4P/D dirasakan telah memberikan kepercayaan diri bagi jajaran Kementerian PUPR dalam melaksanakan kegiatan pembangunan melalui pengawalan dan pengamanan dari aparat penegak hukum.

Sinergi antara Kementerian PUPR dan Kejaksaan Agung, lanjutnya, pada dasarnya merupakan upaya pencegahan berbagai potensi pelanggaran hukum .

"Pada era persaingan global tuntutan pembangunan infrastruktur mutlak harus kita kerjakan secara cepat. Untuk itu kita harus membuat suasana kerja yang kondusif, Kementerian PUPR tidak bisa bekerja sendiri, harus bekerja sama dengan pihak lain termasuk aparat penegak hukum agar para pejabat pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya tidak dibayangi rasa kekhawatiran akan konsekuensi hukum selanjutnya," ujar Widiarto.

Ia menyatakan, setelah berjalan hampir dua tahun Nota Kesepahaman tersebut, sudah terlihat sejumlah hasil pekerjaan Kementerian PUPR yang baik dilakukan melalui pengawalan oleh TP4 baik pusat atau daerah.

Baca juga: Kementerian PUPR beberkan kegagalan pengecoran di Tol Depok-Antasari

Sejumlah pekerjaan itu pertama adalah gelaran Asian Games, Program Tanggul Pantai DKI Jakarta (NCICD), Bendungan Karian di Banten, Underpass Karangsawah di Jawa Tengah, SPAM Kartamantul di Yogyakarta, Bendungan Semantok di Jawa Timur, Sistem Penyediaan Air Baku di Bali, Bendungan Bintang Bano di Nusa Tenggara Barat, Penggantian Jembatan Sei Alalak di Kalimantan Selatan, Pos Lintas Batas Negara Entikong di Kalimantan Barat, dan Jembatan Pulau Balang di Kalimantan Timur.

Selanjutnya pada 2020, Kementerian PUPR mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 120,21 triliun. "Dalam lima tahun ke depan, selain pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur tetap menjadi prioritas utama. Selain proyek strategis nasional dan prioritas nasional, Kementerian PUPR juga mengemban tugas besar yakni rencana pemindahan ibu kota negara (IKN). Saat ini sekitar 10 persen anggaran Kementerian PUPR dialokasikan ke seluruh Kalimantan, untuk mendukung pembangunan IKN baru," ujar Widiarto.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019