Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar partai politik tidak mengintervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Presiden Jokowi semestinya tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan Perppu. Sebab, kesimpulan tersebut tidak mendasar," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Politisi Golkar: inkonstitusional tekan Presiden terbitkan Perppu KPK

Ia menyatakan bahwa Perppu pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional.

"Pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan Perppu tersebut," ucap Kurnia.

Baca juga: Pengamat: Desakan penerbitan Perppu KPK adalah pemaksaan kegentingan

Ia mengatakan Presiden meskipun berkali-kali menegaskan dukungannya kepada KPK dan agenda pemberantasan korupsi sampai detik ini tidak menerbitkan Perppu.

"Padahal seluruh syarat untuk penerbitan Perppu telah terpenuhi, mulai dari kebutuhan mendesak karena pemberantasan korupsi akan terganggu, kekosongan hukum, sampai pada perubahan UU baru yang membutuhkan waktu lama (putusan MK tahun 2009)," kata dia.

Baca juga: Bamsoet: Keputusan penerbitan Perppu KPK jadi domain presiden

Penerbitan Perppu tersebut, kata dia, menjadi pembuktian janji Presiden yang sering menyampaikan janji akan memperkuat KPK dan menjamin keberpihakan pada pemberantasan korupsi.

"Sekarang saatnya ia membuktikan kepada masyarakat langkah konkret untuk menyelamatkan KPK dengan menerbitkan Perppu KPK sesegera mungkin," ujar Kurnia.

Baca juga: Syamsuddin Haris: Pemakzulan karena Perppu KPK itu pembodohan publik

Ia juga menegaskan bahwa seluruh pasal dalam revisi UU KPK yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat.

"Sebagai contoh, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan izin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif. Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu dua tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani oleh KPK," kata dia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019