Dalam model ini, pemilu anggota DPR dan DPD diserentakkan pelaksanaannya dengan pemilu presiden. Sementara pemilu DPRD provinsi, kabupaten/kota diserentakkan pelaksanaannya dengan pilkada, 2 atau 3 tahun setelah pemilu nasional."
Jakarta (ANTARA) - Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan setidaknya terdapat enam skema model pemilu serentak yang dapat diterapkan di Indonesia, tidak hanya 5 kotak yang diterapkan saat Pemilu 2019.

"Keserentakan pemilu seperti pemilu 5 kotak yang diputuskan oleh Mahkamah dan diumumkan pada awal 2014 bukanlah satu-satunya pilihan skema pemilu atau bukanlah satu-satunya model pemilu serentak yang tersedia," ujar profesor riset bidang perkembangan politik Indonesia itu dalam sidang uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Ahli: Terdapat inkonsistensi dalam sistem pemilu serentak RI

Baca juga: Perludem gugat sistem pemilu serentak lima kotak ke MK

Baca juga: KPU nyatakan penyelenggaraan pemilu didesain kembali


Dalam konteks Indonesia, model pemilu serentak 7 kotak atau sekaligus satu kali dalam lima tahun untuk semua posisi publik di tingkat nasional hingga kabupaten/kota, yakni mulai presiden sampai DPRD, termasuk gubernur, bupati dan wali kota.

Model selanjutnya, pemilu serentak hanya untuk seluruh jabatan legislatif pusat dan daerah, dan kemudian disusul dengan pemilu serentak untuk jabatan eksekutif.

Kemudian model pemilu serentak dengan pemilu sela berdasarkan tingkatan pemerintahan yang waktunya dibedakan untuk pemilu nasional dan pemilu lokal atau daerah.

"Dalam model ini, pemilu anggota DPR dan DPD diserentakkan pelaksanaannya dengan pemilu presiden. Sementara pemilu DPRD provinsi, kabupaten/kota diserentakkan pelaksanaannya dengan pilkada, 2 atau 3 tahun setelah pemilu nasional," ujar Syamsuddin Haris.

Baca juga: Pemilu dipisah nasional dan lokal tak langgar prinsip pemilu serentak

Baca juga: Pemisahan pemilu dan pilkada serentak ubah struktur undang-undang


Pemilu serentak nasional dan tingkat lokal yang dibedakan waktunya secara interval dikatakannya juga dapat menjadi model pemilu serentak di Indonesia.

Dalam model itu, pemilihan presiden dan legislatif untuk DPR dan DPD juga dilakukan bersamaan, 2 atau 2,5 tahun kemudian baru dilakukan pemilihan pada tingkat lokal untuk memilih DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, disertai pilkada gubernur, bupati dan wali kota.

Selanjutnya, model pemilu serentak tingkat nasional diikuti pemilu serentak di masing-masing provinsi berdasarkan kesepakatan waktu atau siklus pemilu lokal di masing-masing provinsi.

Terakhir, model pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, serta presiden dan wakil presiden, dan kemudian setelah selang waktu tertentu diikuti dengan pemilu eksekutif bersamaan di satu provinsi.

Ada pun, perkara dengan nomor registrasi 37/PUU-XVII/2019 itu diajukan oleh pengurus Badan Arjuna Pemantau Pemilu, Badan Pena Pemantau Pemilu, Badan Srikandi Pemantau Pemilu, Badan Luber Pemantau Pemilu, seorang staf legal, dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia lantaran pemilu serentak 5 kotak dinilai menimbulkan banyak korban.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019