Ambon (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana   dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) memasang empat alat sensor pendeteksi gempa bumi (seismograf) di kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

"Empat seismograf yang dipasang di Kabupaten Seram Bagian Barat ini merupakan bagian dari 11 unit peralatan pendeteksi gempa yang dipasang di tiga wilayah Maluku yang terdampak gempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019," kata Kasubdit Peringatan Dini BNPB, Abdul Muhari, di Piru, ibukota kabupaten SBB, Minggu.

Peralatan tersebut dipasang para teknisis di kantor Desa Latu, kecamatan Amalatu, Stasiun Klimatologi BMKG SBB di Kairatu, Desa Loki, kecamatan Huamual serta di kantor BPBD kabupaten SBB di Piru.

Baca juga: Kepala BNPB pastikan tambah pendeteksi tsunami untuk Maluku

"Kami ingin peralatannya aman dari berbagai gangguan makanya lokasi pemasangannya dipilih di kantor desa atau instansi pemerintah lebih sehingga terjamin," ujarnya.
Salah seorang tim Institut Teknologi Bandung (ITB) mengamati hasil deteksi gempa yang terekam oleh seismograf yang baru dipasang di Desa Latu, kecamatan Amalatu, kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Minggu (20/10). BNPB dan BMKG menggandeng ITB untuk memasang empat seismograf di kabupaten SBB menyusul gempa magnitudo 6,5 yang mengguncang wilayah itu bersama Kota Ambon dan Maluku Tengah pada 26 September 2019. (ANTARA FOTO/Jimmy Ayal)

Alat sensor pendeteksi gempa bumi yang dipasang di Maluku tersebut untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang aktivitas kegempaan yang masih mengguncang Kota Ambon, kabupaten Maluku Tengah dan SBB hingga saat ini.

Abdul Muhari yang didampingi Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin dan Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Maluku John Hursepuny, mengatakan diperlukan berbagai upaya untuk menganalisis dan meneliti kondisi kegempaan di Maluku, mengingat aktivitas gempa susulan sangat tinggi dibanding yang terjadi di daerah lainnya di tanah air.

Gempa Maluku menjadi fenomena tersendiri dan berbeda dengan bencana serupa di daerah lain. Di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya gempa susulannya justru sedikit, sedangkan di Maluku cukup banyak.

Baca juga: Frekwensi gempa susulan maluku capai 1.520 kali

Gempa susulan di Lombok, kata doia,  hanya tercatat 363 kali selama tiga bulan, sedangkan Maluku sejak gempa utama pada 26 September hingga 20 Oktober pukul 09.00 WIT sudah terjadi 1.703 kali gempa susulan dan 194 kali di antaranya dirasakan oleh masyarakat di Maluku.

Pemasangan seismograf tersebut merupakan salah satu upaya untuk menentukan langkah mitigasi bencana yang dapat dilakukan di Maluku, di samping tahapan tanggap darurat yang sedang dilakukan.

Pemasangan peralatan di sejumlah pulau di Maluku yang terdampak gempa tersebut, untuk mengetahui secara mendetail seperti apa aktivitas gempa susulan yang masih terus terjadi.

"Peralatannya hanya dipasang di daerah tertentu untuk memantau aktivitas gempa susulan agar bisa tahu proses terjadinya seperti apa, atau ada hal lain selain murni pelepasan energi," katanya.

Abdul Muhari menambahkan, peralatan Seismograf dipasang selama dua bulan dan setiap periode tiga minggu petugas akan datang untuk mengambil data guncangan gempa yang telah terekam untuk dianalisa lebih jauh.

"Dari hasil ini kita bisa memetakan aktivitas gempa susulan yang terjadi serta diarahkan dengan upaya mitigasi yang akan dilakukan di Maluku di masa mendatang," katanya.

Baca juga: BNPB: Maluku diguncang 1.359 gempa susulan

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019