Jakarta (ANTARA) - Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak KPU segera merevisi peraturan KPU tentang pencalonan dalam Pilkada 2020, menyusul dikabulkannya uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada terkait dengan syarat mantan terpidana korupsi mencalonkan diri menjadi kepala daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami meminta KPU segera mungkin merevisi PKPU. Hal itu tidak butuh waktu lama untuk memperbaiki pasal karena hanya menambahkan beberapa frasa saja," kata peneliti ICW Donal Fariz di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan ICW dan Perludem terkait dengan syarat mantan terpidana korupsi mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Dalam putusannya, MK mengabulkan untuk memberikan masa tunggu selama 5 tahun bagi mantan terpidana. Artinya, mantan terpidana baru bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah melalui masa tunggu 5 tahun usai menjalani pidana penjara.

Baca juga: MK kabulkan sebagian gugatan syarat mantan napi korupsi dalam Pilkada

Baca juga: KPK usul Presiden-DPR buat UU larang mantan napi korupsi maju Pilkada

Baca juga: PKPU larangan koruptor maju pilkada masih digodok


Menurut Donal, KPU hanya perlu menambahkan frasa "lima tahun" dalam PKPU tersebut. Revisi tersebut penting dilakukan untuk memberikan kepastian bagi partai maupun kandidat di dalam pencalonan kepala daerah pada tahun 2020.

Dengan dikabulkannya permohonan tersebut oleh MK, kata Donal, KPU tidak perlu lagi melakukan uji publik terhadap UU tersebut.

"Jadi, menurut saya tidak perlu lagi uji publik karena dia langsung mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi," katanya.

Dengan demikian, lanjut dia, forum-forum formal seperti uji publik bisa dilewati oleh KPU sebab bisa langsung mengacu pada putusan MK yang langsung mengikat kepada seluruh pihak, termasuk kepada KPU itu sendiri.

Dengan adanya putusan MK ini, kata Donal, akan membuka ruang korektif bagi para mantan terpidana untuk mengevaluasi diri sebelum maju dalam pilkada sehingga pesta demokrasi tidak serta-merta langsung diisi oleh kandidat yang memiliki catatan kejahatan.

"Ini penting tidak hanya bicara soal pemberantasan korupsi tetapi juga bicara demokrasi," ujar Donal.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019